by Rudi Hartono Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Selasa, 21 Maret 2017 - 22:40 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Seorang pelajar Kelas XI IPA SMA Kesatuan Bangsa Jogja asal Brumbung RT 003/RW 007, Kelurahan Kaliancar, Kecamatan Selogiri, Prajamukti Adhidewa Triwinasis, membuat masker pengisap asap rokok.
Karya itu dihasilkan dari penelitian sederhana bersama teman sekelasnya dari Samarinda, Kalimantan Timur, Muhammad Harizki Aditya, Februari lalu. Hasil penelitan kedua remaja 17 tahun tersebut akan dilombakan di ajang olimpiade sains tingkat internasional bertajuk Golden Climate International Environmental Project Olympiad (GCIEPO) di Nairobi, Kenya, Afrika Timur, 4-16 April mendatang.
Lomba itu digelar Light Academy International School, Nairobi. Sebelumnya karya mereka lolos seleksi ketat. Temuan mereka akan bersaing dengan temuan pelajar dari 33 negara. Tim Prajamukti-Aditya merupakan satu dari tiga tim yang mewakili Indonesia.
Lomba itu digelar Light Academy International School, Nairobi. Sebelumnya karya mereka lolos seleksi ketat. Temuan mereka akan bersaing dengan temuan pelajar dari 33 negara. Tim Prajamukti-Aditya merupakan satu dari tiga tim yang mewakili Indonesia.
Raja, sapaan akrab Prajamukti, menceritakan ide pembuatan masker inovatifnya itu berawal dari sebuah kegagalan. Awal Januari lalu, Raja dan Adit, sapaan akrab Aditya, memanfaatkan kulit semangka sebagai imuno modulator untuk meningkatkan sistem imun atau pertahanan tubuh.
Temuan tersebut diproyeksikan dapat mengikuti lomba sains tingkat nasional, yakni Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) di Jakarta. Namun, karya mereka tak lolos seleksi.
Mereka tahu betul bahwa perokok pasif berisiko lebih tinggi tiga kali lipat terkena gangguan kesehatan daripada perokok aktif. Di sisi lain, Raja dan Adit kerap berada di sekitar orang yang merokok.
“Berada di dekat orang merokok itu enggak enak banget. Asapnya sangat mengganggu, bisa bikin pusing. Dari hal itu kami berpikir soal masker yang dapat mengisap asap rokok,” kata Raja saat ditemui wartawan di rumahnya, Selasa (21/3/2017).
Setelah belajar melalui Internet, Raja dan Adit mengetahui zat yang dapat menyerap asap adalah karbon aktif. Karbon aktif dapat dihasilkan dari arang batok atau tempurung kelapa. Sementara batok di lingkungan sekitar hanya menjadi limbah.
Sejak saat itu mereka mantap menciptakan temuan dengan memanfaatkan arang bathok dengan bantuan Guru Biologi Eko Andikertono dan dosen Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rochmadi. “Kalau arang saja belum jadi karbon aktif sehingga diaktifkan dulu dengan cara direndam dalam larutan CaCl2 [kalsium klorida] selama 8 jam-24 jam. Lalu cuci dengan air dan dioven dengan suhu 5.000 derajat Celcius selama 24 jam. Setelah itu karbon baru aktif dan dapat menyerap asap karena memiliki luas permukaan pori,” terang Raja.
Setiap 1 gram karbon aktif yang dihasilkan dari arang batok buatan Raja dan Adit memiliki luas permukaan pori bisa mencapai delapan kali luas lapangan sepak bola. Karbon aktif ditumbuk kasar lalu ditempatkan di dalam masker yang terbuat dari kain katun dan spons.
Mereka membuat 30 gram karbon aktif untuk dua masker. Biaya produksi masing-masing masker hanya Rp25.000-Rp30.000. “Satu masker sudah kami kirimkan untuk panitia. Satu masker lainnya akan kami bawa untuk presentasi pas lomba nanti,” ujar dia.
Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, turut bangga atas prestasi yang ditorehkan Raja. Dia mendukung sepenuhnya.