Langganan

Pameran Arpus Jateng 2024, Cara Asyik Belajar Sejarah Kota Lewat Arsip - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia | Espos.id

by Dhima Wahyu Sejati  - Espos.id Solopos  -  Selasa, 11 Juni 2024 - 17:48 WIB

ESPOS.ID - Koleksi arsip dari Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang seperti peta lama, surat kabar, foto, sampai dokumen bersejarah lainnya dalam Pameran Kearsipan dan Perpustakaan Jawa Tengah 2024 di Graha Wisata Niaga Solo, Senin-Rabu (10-12/6/2024). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Esposin, SOLO—Benda mati seperti arsip bisa bercerita banyak mengenai sejarah kota. Melalui arsip kita bisa belajar tentang sejarah sejarah seni, budaya, sosial, dan politik dari berbagai berbagai kota atau kabupaten di Jawa Tengah.

Seperti arsip berupa manuskrip, foto, dan buku yang tersaji dalam Pameran Kearsipan dan Perpustakaan Jawa Tengah 2024 di Graha Wisata Niaga, JI Slamet Riyadi No.275, Kota Solo, Senin-Rabu (10-12/6/2024).

Advertisement

Arsiparis Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Kota Solo, Triyono, menunjukkan sejumlah arsip berupa foto yang menggambarkan peristiwa sejarah. Salah satunya adalah album berisi foto-foto peristiwa Serangan Umum Empat Hari di Solo.

“Kami membawa koleksi arsip serangan empat hari di Solo. Sebetulnya kami ingin mengangkat tokohnya yakni Slamet Riyadi, termasuk bagian dari pahlawan nasional,” kata dia ketika ditemui Esposin, Selasa (11/6/2024).

Slamet Riyadi merupakan tokoh kunci bagi Kota Solo. Dia yang saat itu belum genap 24 tahun memimpin pemberontakan terhadap Belanda ketika Agresi Militer Belanda II. Letnan Kolonel Slamet Riyadi terlibat dalam Serangan Umum di Surakarta atau yang lebih dikenal sebagai Serangan Umum Empat Hari,  yang berlangsung 7-10 Agustus 1949.

Advertisement

Pertempuran ini dipicu oleh keputusan Roem Royen yang memberatkan Solo setelah Kota Yogyakarta kembali ke Republik Indonesia. Serangan itu sesuai dengan Instruksi No.26 A dari Gubernur Militer memerintahkan pertempuran selama empat hari di Solo.

Serangan terbesar terjadi pada 7 Agustus 1949, dipimpin oleh Slamet Riyadi. Kota Solo waktu itu dikepung dari segala sisi oleh gerilyawan. Hal itu mengejutkan Belanda dan memaksa mereka mengundurkan diri ke markas masing-masing.

Namun, setelahnya militer Belanda melancarkan serangan balik dengan angkatan udaranya, menimbulkan banyak korban jiwa. Pertempuran berlanjut hingga 10 Agustus 1949 dan berakhir dengan pengakuan kedaulatan Indonesia.

Sesuai arsip foto yang ditujukan kepada Esposin, pada 12 November 1949 di Stadion Sriwedari Solo, Slamet Riyadi mewakili Pemerintah Republik Indonesia memeriksa naskah penyerahan kedaulatan militer dari pihak Belanda.

Advertisement

“Kami lewat sebagian arsip ini ingin menunjukkan dan menceritakan peristiwa serangan umum empat hari di Solo, kalau tanpa itu mungkin kedaulatan Indonesia tidak tercapai,” kata dia.

Koleksi arsip menarik juga dibawa oleh Dinas Arpus Kota Semarang seperti peta lama, surat kabar, foto, sampai dokumen bersejarah lainnya. 

Kepada Esposin, Arsiparis Dinas Arpus Kota Semarang, Markis Diyantoro, menunjukkan dokumen pengangkatan Mohammad Ichsan (1902–1991) menjadi wali kota pertama Semarang. Dokumen itu ditandatangani tanggal 8 Januari 1945 yang juga menjadi bukti penting berjalannya pemerintahan Kota Semarang.  

“Pak Mohammad Ichsan itu wali kota [Semarang] pertama sekaligus dia Mensesneg [Menteri Sekretaris Negara] kedua di eranya Pak Soekarno. Kami sengaja tampilkan karena, mirisnya, biasanya wali kota pertama itu malah dilupakan,” kata dia ketika berbincang dengan Esposin, Selasa. 

Advertisement

Di dinding terdapat foto hitam putih yang menunjukan bangunan ikonik Kota Semarang, jika dilihat sekilas bentuknya tidak banyak berubah. Beberapa diantaranya adalah tiga bangunan yang menunjukan keberagaman suku dan agama di Kota Semarang.

Seperti Gereja Blenduk atau yang juga dikenal Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel. Gereja yang terletak di Jalan Letjen Suprapto No. 32 itu dibanguna oleh Protugis pada 1753. 

“Otomatis, dengan gaya arsitektur yang sangat Eropa, dan dibangun oleh orang-orang Eropa, ini mewakili etnis Eropa di Semarang,” kata dia.

Sedangkan etnis Jawa terwakili dari bangunan Masjid Kauman. Dari foto yang ditunjukkan oleh Markis, bentuk arsitekturnya masih cukup sederhana. Atapnya khas masjid Jawa yang berbentuk tumpang susun tiga. Sedangkan di depan masjid terdapat sebuah gapura berbentuk paduraksa.

Advertisement

Terakhir adalah etnis Tionghoa yang terwakili dari bangunan Sam Poo Kong. Klenteng itu, menurut Markis, sangat erat hubungannya dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho di Semarang.

“Jadi bangunan-bangunan yang ada di arsip foto itu, menyangkut kehidupan tiga etnis yang ada di Kota Semarang, ada Eropa, Jawa, dan Tionghoa,” kata dia.

Markis kemudian menunjukan peta kuno yang menunjukan kondisi Semarang pada 1859. Peta itu berasal dari Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV), Belanda.

Dari Peta itu Kota Semarang nampak berbeda jauh dibandingkan dengan kondisi sekarang. Peta itu menunjukan Semarang pada waktu itu masing sangat renggang.

“Jadi kayak [Kecamatan] Tembalang atau di daerah Semarang atas itu belum ada, ini masih di kawasan pelabuhan, Kota Lama, Kampung Melayu, dan Pecinan. Masih di wilayah situ saja, masih di area bawah,” kata dia.

Dia mengatakan kondisi di wilayah Kota Lama Semarang sekarang, seperti yang tergambar dalam peta itu masih sama. Dia mengatakan Kota Lama termasuk dalam arsip Memori Kolektif Bangsa sehingga kawasannya dijaga agar tidak berubah.

Advertisement

Lewat arsip-arsip itu, Markis berharap sejarah kota, tidak hanya di Semarang, namun kota lain di Jawa Tengah tersampaikan. Menurutnya arsip harus terus dinarasikan kepada anak-anak muda.

“Sehingga nantiya, dia lebih menghargai benda-benda di masa lalu yang memiliki muatan sejarah yang penting. Kita ini kadang sebagai warga sering lupa dengan sejarah sendiri. Jadi arsip itu penting, tidak hanya agar kita bisa melihat ke belakang, tapi juga melihat ke depan dengan bijak,” kata dia.

Arsip yang ditunjukkan para arsiparis itu hanya sebagian dari ratusan koleksi serupa yang tersaji dalam acara bertajuk Pameran Kearsipan dan Perpustakaan Jawa Tengah 2024.

Sebelumnya, Kepala Dinas Arpus Jateng, Defransisco Dasilva Tavares mengatakan gelaran Pameran Kearsipan dan Perpustakaan Jawa Tengah 2024  penting untuk masyarakat.

Menurut dia arsip bisa menjadi salah satu sumber informasi yang autentik di tengah arus banjir informasi di sosial media.  

“Di tengah informasi yang sangat cepat seperti sekarang ini, arsip menjadi salah satu sumber informasi yang tidak ada di sosial media. Arsip menjadi sumber informasi yang autentik dan terpercaya,” kata dia.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif