by Akhmad Ludiyanto - Espos.id Solopos - Selasa, 14 September 2021 - 02:18 WIB
Esposin, SOLO — Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mendukung peran serta masyarakat dan orang tua dalam pengembangan sekolah.
Namun menurutnya, seringkali praktik dukungan tersebut berujung pada pungutan liar atau pungli yang merugikan sekolah.
Hal tersebut diungkapkannya saat mengadakan audiensi dengan stakeholders pendidikan di SMAN 4 Solo, Senin (13/9/2021).
Baca Juga: Nadiem: AN Tak Berdampak Pada Penilaian Individu Murid
“Kita harus hilangkan kebimbangan di tengah masyarakat. Mau membantu malah dihukum. Ada pemisahan jelas antara pungli dengan gotong royong masyarakat untuk mendanai sekolah. Saya sangat setuju secara prinsip, tapi cara melakukannya itu lebih rumit untuk memastikan tidak terjadi [pungli],” ujarnya.
“Bukan berarti pungli tidak terjadi. Terjadi. Di mana orang tua itu dipalak untuk melakukan pembayaran. Ini suatu hal yang sangat penting yang sedang kami kerjakan. Bagaimana memastikan kontribusi swasta, pengusaha, kontribusi orang tua, tanpa mengkhawatirkan kepala sekolahnya,” imbuh Nadiem yang duduk bersebelahan dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
“Jelas pungli itu tidak boleh, tapi juga jelas gotong royong untuk bantu mendanai ekstrakurikuler, penambahan fasilitas olahraga, membeli mesin vokasi baru, itu seharusnya tidak apa-apa. Kami cari dari sisi regulasi dan akan kita dukung bahwa masyarakat bisa berpartisipasi. Tidak mungkin tugas pemerintah bisa sukses kalau orang tua enggak gotong royong jadi merdeka belajar. Kuncinya ada masyarakat yang pendukung dari dalam dan luar sekolah,” ujarnya.
Baca Juga: Astra Revitalisasi Gedung 3 Sekolah di Solo, Serap 64% Siswa SMK
Sementara itu, dalam kesempatan itu Nadiem juga menjawab pertanyaan-pertanyaan dan masukan-masukan dari stakeholders.
Ia antara lain juga menyampaikan keleluasaan waktu penyelenggaraan belajar di sekolah dalam pembelajaran tatap muka (PTM) dalam situasi saat ini.
“[Pembatasan waktu] itu mungkin inisiatif kepala daerah melihat situasi di daerahnya. Dari pusat yang ditentukan adalah [jumlah siswa] dalam satu kelas ada berapa, bukan di sekolah berapa jam. Tapi yang acara kumpul-kumpul di kantin itu juga tidak boleh,” jelasnya.