by Candra Septian Bantara - Espos.id Solopos - Rabu, 25 September 2024 - 18:31 WIB
Esposin, SOLO -- Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk menyediakan taman bermain anak terkendala keterbatasan lahan dan anggaran. Hal ini membuat sejumlah kelurahan di Solo tidak memiliki taman bermain anak yang layak.
Hal tersebut disampaikan Anggota DPRD Solo, Ekya Sih Hananto, saat dihubungi Espos.id, Rabu (25/9/2024). Pagi itu, Ekya juga menjadi pembicara dalam siaran pagi RRI Solo dengan tema Fasilitas Umum “Arena Bermain Anak Minim”.
Eky, sapaannya, menjelaskan saat ini Solo sudah memiliki 14 taman cerdas yang tersebar di lima kecamatan. Hanya jika dilihat secara umum, ketersediaan taman bermain anak dengan fasilitas yang mendukung tergolong minim karena faktor ketersediaan lahan.
“Jika dilihat dari skup umum, di Solo [taman bermain anak] memang masih minim. Karena memang kendala-kendala yang selama ini adalah lahan. Khususnya di wilayah-wilayah yang padat penduduk. Pun jika ada seperti bekas SD atau bangunan instansi pemerintah biasanya harus menunggu dulu baru bisa dimanfaatkan,” jelas dia.
Ditanya soal kendala lain dalam penyediaan taman bermain anak, menurut Eky, adalah soal anggaran. Menurut dia, anggaran untuk membangun taman cerdas tidaklah murah, belum lagi biaya perawatan tamannya.
“Anggaran untuk membuat taman cerdas atau taman bermain itu besar. Besar bukan cuma di saat membangunnya saja melainkan saat melakukan perawatanya, belum lagi bayar petugas di sana dan masih banyak lagi. Sementara kemampuan APBD kita terbatas,” kata dia.
Dia melanjutkan saat membangun taman juga perlu memperhatikan skala prioritas pembangunan Kota Solo. Artinya bilamana ada program pembangunan yang lebih mendesak yang berhubungan dengan pelayanan umum maka perlu diprioritaskan lebih dahulu.
Ekya mengatakan dulu waktu ia masih di Komisi IV DPRD Solo, komisi tersebut pernah menargetkan bisa membangun 2-5 taman cerdas dalam setahun. Hanya saja terbentur soal ketersediaan lahan di tiap kelurahan.
“Ketika kelurahan tidak ada lokasi yang milik pemerintah, harus membeli lahan maka anggaran banyak tersedot di situ. Maka kami prioritaskan kelurahan yang ada lahannya terlebih dahulu,” ujar dia.
Sebelumnya, Camat Pasar Kliwon, Solo, Ahmad Khoironi, mengatakan anggaran adalah faktor terbesar selain ketersediaan lahan untuk membangun taman bermain anak.
“Kendala paling besar adalah anggaran karena tergantung skala prioritas Kota Solo yang agendanya sangat banyak. Kemudian yang kedua adalah kendala tempat atau lahan. Sebagai contoh kami akan memanfaatkan bekas makam di Losari, Semanggi, untuk taman bermain anak. Nah itu kan prosesnya tidak mudah dan tidak cepat karena berhubungan dengan ahli waris hingga memindahkan makam,” ujar dia.
Sebagai informasi, salah satu indikator penilaian Kota Layak Anak (KLA) adalah ketersediaan ruang bermain yang sesuai dengan pendekatan layak anak. Ruang bermain yang layak anak adalah tempat yang aman, nyaman, dan terlindungi dari kekerasan serta hal-hal membahayakan lainnya.
Selain itu ruang bermain ramah anak juga perlu dilengkapi fasilitas bermain dan fasilitas penunjang seperti perpustakaan, arena edukasi dan lain-lain serta kondisinya juga perlu terawat dan terjaga kebersihannya.