Langganan

Kisah Perjuangan Aditya Caesarico Hingga Sukses Berbisnis Sepatu Aerostreet - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia | Espos.id

by Cahyadi Kurniawan  - Espos.id Solopos  -  Minggu, 27 Juni 2021 - 16:10 WIB

ESPOS.ID - Aditya Caesarico (Solopos/Cahyadi Kurniawan)

Esposin, KLATEN - Ketertarikan Aditya Caesarico pada dunia bisnis tumbuh sejak masih belia. Saat duduk di bangku SMA, ia terbiasa mengelola bisnis beromzet ratusan juta rupiah dan mempekerjakan beberapa teman sekolahnya termasuk membikin kantor sederhana dari indekos yang ia sewa.

Rico, panggilan akrabnya, mengaku hanya anak seorang pegawai pabrik percetakan. Dari situlah, situlah Rico tertarik berjualan buku yang diproduksi pabrik ayahnya ke pasar-pasar seusai pulang sekolah. Ia sempat juga berjualan stiker, kaus, hingga aksesoris sepeda motor. Semangat berbisnis ini juga seolah diturunkan dari sang ibu yang juga pengusaha bidang distribusi sepatu merek AP Boots dan sandal Melly.

Advertisement

Dorongan menekuni bisnis itu makin kuat saat ia menggarap proyek buku tahunan sekolah antara periode 2002-2004. Selama setahun ia berhasil mengerjakan 68 sekolah dari Jakarta, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Untuk mengerjakannya, ia menyewa tiga kamar indekos. Satu kamar untuk tidur dan dua kamar lainnya sebagai kantor. Di kamar-kamar itu Rico menyiapkan komputer dan merekrut teman-temannya mendesain buku, mengedit foto, dan lainnya.

Baca Juga: Mau Tanya Seputar Covid-19 di Jateng, Ini Nomornya…

Advertisement

Baca Juga: Mau Tanya Seputar Covid-19 di Jateng, Ini Nomornya…

“Dari situ ternyata bisnis itu asyik ya. Saya dapat ratusan juta. Satu proyek itu Rp10 juta – Rp20 juta per sekolah. Duit Rp500 juta waktu itu sudah luar biasa. Orang tua juga mendukung,” ujar Rico, saat berbincang dengan Esposin di kantornya, Rabu (14/4/2021).

Bisnisnya makin besar. Alumnus SMA De Brito Jogja ini lalu menjual sepeda motor kesayangannya untuk membeli sebuah pikap. Selain untuk bisnis, Rico juga memakai pikap untuk pergi sekolah dan kuliah di jurusan Manajemen Universitas Atma Jaya Jogja meski hanya sampai 2 semester.

Advertisement

Melihat hal itu, Rico memutuskan membantu usaha ibunya pada Januari 2006. Agar fokus, dia membubarkan semua rintisan bisnisnya sejak SMA. Sebulan kemudian, kedua orang tuanya menyerahkan sepenuhnya perusahaan distributor ini kepada Rico.

Sekitar enam tahun kemudian, Rico berhasil mengembangkan perusahaannya mengggarap lebih banyak merek sepatu mulai dari New Era, Ando, ATT, Swallow, dan lainnya. Perusahaannya menguasai distribusi wilayah se-Jawa. Volumenya distribusinya meningkat dari hanya 1 truk menjadi 20 truk.

Berkat bisnis inilah Rico juga bertemu banyak pengusaha distributor lainnya se-Indonesia. Ia mulai rasan-rasan kepada koleganya soal ide membikin sepatu sendiri. Selama dua pekan, ia berkeliling di 27 provinsi untuk meminta pendapat soal sepatu bikinannya kepada para distributor. Sepatunya direspons positif.

Advertisement

“Pulang dari situ, saya putuskan produk saya bagus. Waktu itu masih CMT [Cut, Make, Trim] ke pabrik orang. Ndak pernah pas. Detil-detilnya gak pas. Proyek tadi berhenti sebentar,” tutur dia, dengan dialek khas Jawa Timur-an.

Baca Juga: Viral Kades di Grobogan Dangdutan, Begini Reaksi Gubernur Ganjar

Untuk menjawab persoalan itu, ia dan sepupunya memutuskan ke Tiongkok untuk belajar membikin sepatu. Mula-mula ia sambangi pameran industri di Guangzhou. Aditya Caesarico tertarik pada mesin pembuat sepatu tanpa lem. Teknologi ini tergolong baru di Tanah Air. Ia lalu belajar membuat sepatu dengan mesin serupa di pabrik sepatu rumahan selama sebulan. Di sana, ia belajar pattern, inject, dan lainnya.

Advertisement

“Saya bayar waktu itu Rp10 juta – Rp20 juta selama sebulan. Daripada saya pulang enggak bawa apa-apa. Tapi, home industry di sana jauh di atas rata-rata Indonesia. Efektivitas, mesin, jauh lebih baik,” kata Rico.

Tak lama kemudian, merek Aerostreet lahir pada 2013. Rico memanfaatkan kurang dari separuh gudang miliknya di Baki untuk pabrik pertamanya. Tahun pertamanya, Aerostreet diproduksi dengan kapasitas 800 – 1.000 pasang per hari dengan jumlah tenaga kerja 30-40 orang.

Advertisement
Ahmad Baihaqi - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif