Langganan

Keren, Ada Museum Edukasi Pertanian Omah Rojolele di Delanggu Klaten

by Taufiq Sidik Prakoso  - Espos.id Solopos  -  Senin, 30 September 2024 - 08:01 WIB

ESPOS.ID - Pengunjung memotret aneka peralatan pertanian yang dipajang di museum edukasi pertanian Omah Rojolele di Desa/Kecamatan Delanggu, Klaten. Museum ini diresmikan bersamaan dengan penyelenggaraan Festival Mbok Sri, festival yang merayakan budaya pertanian lokal, Minggu (29/9/2024).

Espos.id, KLATEN – Ada yang istimewa dalam penyelenggaraan Festival Mbok Sri di Desa/Kecamatan Delanggu, Minggu (29/9/2024). Perayaan tahunan budaya tani yang digelar Sanggar Rojolele ini kali ini menjadi momentum peresmian living museum bernama Omah Rojolele.

Living museum itu menempati rumah salah satu warga di Dukuh Kaibon, Desa Delanggu. Rumah limasan itu dipinjamkan untuk ruang pergerakan petani di Delanggu sejak 2016 silam. Museum terbagi dalam dua ruangan yakni ruang sejarah Rojolele beserta Delanggu sebagai daerah agraris.

Advertisement

Ruang utama berisi tampilan aneka alat pertanian tempo dulu baik yang masih digunakan maupun sudah tergantikan peralatan modern. Seperti aneka sabit, cangkul, ani-ani (alat pemotong padi), gepyok (papan perontok padi), keplok (bambu untuk membuat bunyi-bunyian pengusir burung), hingga luku (alat untuk membajak sawah dan biasanya ditarik menggunakan kerbau), dan alat pertanian tradisional lainnya. 

Tak sekadar dipajang, di masing-masing alat terpasangan kode akses cepat yang jika dipindai bakal mengarahkan ke alamat situs web berisi penjelasan fungsi alat maupun keterangan sejarah lainnya. Di museum itu juga terdapat papan terkait penjelasan terkait beras Rojolele lokal Delanggu serta beras Rojolele Srinuk. Rojolele Srinuk adalah hasil pengembangan Rojolele lokal Delanggu yang dilakukan Pemkab Klaten bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Nasional (Batan).

Advertisement

Tak sekadar dipajang, di masing-masing alat terpasangan kode akses cepat yang jika dipindai bakal mengarahkan ke alamat situs web berisi penjelasan fungsi alat maupun keterangan sejarah lainnya. Di museum itu juga terdapat papan terkait penjelasan terkait beras Rojolele lokal Delanggu serta beras Rojolele Srinuk. Rojolele Srinuk adalah hasil pengembangan Rojolele lokal Delanggu yang dilakukan Pemkab Klaten bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Nasional (Batan).

Ketua Sanggar Rojolele Delanggu Klaten, Eksan Hartanto, menjelaskan pendirian museum itu dilatarbelakangi keprihatinan kondisi sumber daya manusia (SDM) petani beberapa dekade terakhir. Hal itu berkaitan dengan menurunnya minat kalangan muda untuk bertani. “Penurunan jumlah petani khususnya petani muda terjadi tidak hanya di Klaten. Itu bisa dilihat dari hasil sensus pertanian yang dirilis akhir tahun lalu,” kata Eksan saat ditemui di sela festival. 

Mengutip data dari BPS Klaten hasil Sensus Pertanian 2023, jumlah total petani di Kabupaten Bersinar sebanyak 109.415 orang. Dari jumlah itu, umur petani Klaten didominasi lebih dari 45 tahun. Perinciannya, kelompok usia 55-64 tahun sebanyak 32.697 orang. Disusul usia 45-54 tahun sebanyak 27.654 orang, usia 65 tahun ke atas sebanyak 27.408 orang. Sementara kelompok usia 35-44 tahun ada 16.545 orang. Kelompok umur 25-34 tahun sebanyak 4.702 orang, umur 15-24 tahun sebanyak 405 orang, serta kurang dari 15 tahun sebanyak empat orang.

Advertisement

Eksan mengakui minimnya minat kalangan muda untuk bertani salah satunya dipengaruhi faktor pandangan menjadi petani dari sisi sosial maupun ekonomi belum menguntungkan. Eksan berpendapat dengan sentuhan teknologi hingga membangun jejaring dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, peluang sejahtera dari sektor pertanian masih terbuka lebar.

“Katakanlah kebutuhan beras Rojolele Srinuk di Klaten. Untuk mencukupi kebutuhan 90 ton per bulan untuk ASN hingga pegawai BUMD itu masih kurang-kurang. Padahal secara nilai, harga gabah kering panen atau GKP [Rojolele Srinuk] saat ini mencapai Rp7.600 per kg. tahun lalu hanya Rp6.300 per kg. Faktornya karena memang pasokan dan permintaan tidak imbang. Masih kekurangan suplai. Ini bisa menjadi peluang,” kata Eksan.

Lantaran hal itu, Eksan mengatakan Omah Rojolele dibangun menjadi tempat edukasi bersama untuk lebih mengenal budaya pertanian. Tak sekadar menjadi ruang untuk mengenal sejarah hingga peralatan pertanian, Omah Rojolele menjadi ruang untuk belajar menangkap peluang usaha di bidang pertanian. Dia berharap dengan museum tersebut semakin menginspirasi kalangan muda untuk bertani, sekaligus menjaga regenerasi petani agar tak punah. “Dengan living museum ini kami ingin memberikan sumbangsih minimal di Desa Delanggu,” jelas dia.

Advertisement

Pembentukan museum itu dilakukan Sanggar Rojolele bermitra dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) serta didukung Pemdes Delanggu. Omah Rojolele bakal menjadi wahana pelestarian budaya pertanian Delanggu melalui program wisata edukasi sepanjang tahun yang digadang-gadang bisa menyokong perekonomian masyarakat lokal dan desa setempat.

Dekan Fakultas Hukum UNS sekaligus dosen pembimbing PPK Ormawa KSP Principium FH UNS di Desa Delanggu, Muhammad Rustamadji, mengatakan desa menjadi akar identitas budaya Indonesia sehingga paradigma pembangunan kebudayaan harus dimulai dari tingkat terkecil. “Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan, yaitu melalui desa budaya yang bertujuan untuk mewujudkan inisiatif pemajuan kebudayaan melalui pemberdayaan masyarakat desa. Omah Rojolele kami hadirkan ke sini dalam konteks pemberdayaan ini. Selain itu, kolaborasi kampus dengan petani Delanggu melalui PPK Ormawa ini menjadi wahana bagi kami, pihak kampus beserta mahasiswa, untuk mewujudkan pilar-pilar Tri Dharma secara nyata,” kata Rustamadji.

Rustamadji mengapresiasi tingginya minat warga setempat untuk menyokong berdirinya museum itu. Mereka dengan sukarela menyumbangkan berbagai alat pertanian tradisional yang masih tersimpan untuk mengisi museum. Dia berharap tempat itu menjadi destinasi belajar pertanian hingga bisa menjadi paket wisata dengan wilayah sekitar.

Advertisement

Festival Mbok Sri digelar sejak 2017. Festival tahun ini mengusung tema Mandiri Sayekti Murakabi yang artinya mandiri menghidupi. Rangkaian kegiatan festival tahun ini diisi dengan Kirab Budaya dan Upacara Wiwitan, selawat, pertunjukan wayang kulit, serta pertunjukan seni jantur, gejog lesung dan sendratari anak.


Advertisement
R. Bambang Aris Sasangka - journalist, history and military enthusiast, journalist competency assessor and trainer
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif