by Magdalena Naviriana Putri - Espos.id Solopos - Senin, 10 Oktober 2022 - 20:17 WIB
Esposin, SUKOHARJO -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo saat ini tengah menangani dua kasus dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan atau PD BKK Cabang Bulu, Sukoharjo.
Pada kasus pertama Kejari Sukoharjo telah menetapkan satu tersangka atas nama Surono yang sudah ditahan sejak 21 Juli 2022. Surono diketahui merupakan mantan Kepala Cabang BKK Bulu periode 2017-2019.
Dia diduga menyelewengkan dana nasabah dengan kerugian sekitar Rp800 juta dan terbongkar pada 2021. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sukoharjo, Bekti Wicaksono, mengatakan Kejari telah memeriksa lebih dari 40 saksi baik nasabah maupun pegawai BKK sebelum menahan Surono.
Selain itu penahanan tersangka dugaan korupsi itu juga mendasarkan hasil penyidikan yang dikuatkan tenaga ahli dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan audit internal BKK Cabang Bulu, Sukoharjo.
Selain itu penahanan tersangka dugaan korupsi itu juga mendasarkan hasil penyidikan yang dikuatkan tenaga ahli dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan audit internal BKK Cabang Bulu, Sukoharjo.
“Surono dilaporkan melakukan penggelapan dana kredit dan tabungan nasabah serta penggelembungan dana pinjaman sekitar 70 orang nasabah. Hasil audit itu menyebut kerugian negara ditaksir mencapai Rp800 juta," jelas Bekti saat ditemui Esposin di kantornya, Senin (10/10/2022).
Baca Juga: Divonis 7 Tahun Penjara, Terdakwa Korupsi BKK Weru Sukoharjo Ajukan Banding
"Jadi tersangka ini membuka pelayanan di rumah pribadinya. Meskipun nasabah mengangsur dana pinjaman atau pun tabungan tidak tercatat dalam sistem perbankan kantor," tambah Bekti.
Penyidik telah menyita sejumlah barang bukti di antaranya surat atau dokumen. Surono juga dikabarkan telah berinisiatif mengembalikan beberapa dana nasabah yang ia selewengkan.
Baca Juga: Kejari Sukoharjo Terima Laporan Dugaan 7 Pelanggaran Soal Tanah Desa Gedangan
Lebih lanjut, Bekti mengatakan kasus korupsi di BKK Sukoharjo termasuk BKK Cabang Bulu, modusnya hampir sama yaitu dengan kredit fiktif. Sementara dugaan korupsi tersebut dapat dilacak berdasarkan informasi non-performing loan (NPL) yang menunjukkan kesehatan suatu bank.
Dengan NPL dapat diketahui evaluasi atas kondisi rentabilitas, risiko kredit, kondisi permodalan, likuiditas, dan risiko pasar suatu bank. NPL menjadi indikator jika bank tersebut bermasalah. Jika tidak kunjung diberi solusi, maka akan berdampak buruk bagi bank.
Sebagai contoh, keberadaan NPL atau kredit bermasalah akan berpengaruh ke penurunan modal bank. Jika tidak diatasi, akan berpengaruh ke penyaluran kredit pada kurun yang akan datang.
“Semakin tinggi rasio NPL ada indikasi terjadi fraud [kecurangan] tetapi banyak oknum yang menutupi pendapatan dari kredit dan tabungan dengan membuat kredit [fiktif] agar mendapat pendapatan dari kantor unit,” jelas Bekti.
Baca Juga: Tersangka Kredit Fiktif BKK Weru Cicil Uang Pengganti Kerugian Negara
Bekti mengatakan selama ini beberapa temuan biasanya menggunakan modus berbeda dan rata-rata pelaku tidak terorganisasi, mereka punya nasabah sendiri-sendiri.
Kasus dugaan korupsi lain di BKK Bulu, Sukoharjo, yang kini juga tengah ditangani Kejari, menurut Bekti, yakni kasus penyelewengan dana dengan modus penggelapan tabungan. Perkiraan kerugiannya di atas Rp1 miliar.
Baca Juga: 3 Tahun Korupsi, Eks Kepala BKK Weru Sukoharjo Divonis 6 Tahun Penjara
Dari kejadian itu diduga ada 28-38 nasabah yang menjadi korban. “Nasabah-nasabah itu ketika menabung, uang tabungannya di masukkan ke sistem [pencatatan manual] tetapi selang beberapa hari dari sistem tersebut diambil uangnya,” terang Bekti.
Saat ini, menurutnya, BKK sudah mulai membenahi sistem pencatatan yang masih manual karena sangat terbuka untuk oknum korupsi. BKK saat ini sedang memulai digitalisasi dan komputerisasi dalam pencatatan transaksi nasabah.