Esposin, SOLO — Komunitas Nahi Mungkar Solo (Konas) menggelar aksi simpatik untuk mengajak peran aktif orangtua memberikan pendidikan karakter pada anak guna menangkal maraknya lesbian, gay, bisexsual, transgender (LGBT). Keberadaan LGBT ini dinilai mengkhawatirkan bisa merusak moral generasi penerus bangsa.
Selain itu menggeser tatanan kebudayaan lokal Indonesia. Aksi simpatik sejumlah organisasi massa (ormas) Islam ini digelar di Car Free Day (CFD) tepatnya di depan Plaza Sriwedari, Minggu (28/2/2016).
Berdasarkan pantauan Esposin, aksi simpatik digelar dengan membentangkan beberapa spanduk di antaranya berisi penolakan eksistensi LGBT di tengah masyarakat.
Berdasarkan pantauan Esposin, aksi simpatik digelar dengan membentangkan beberapa spanduk di antaranya berisi penolakan eksistensi LGBT di tengah masyarakat.
Mereka juga menggalang pengumpulan tanda tangan warga yang tengah beraktivitas di CFD untuk bersama menolak LGBT.
Koordinator aksi, Syekh Assegaf menilai peran aktif orangtua sangat penting dalam memberikan pendidikan karakter pada anak-anaknya. Pendidikan karakter ini sebagai langkah antisipasi degradasi moral.
“Aktivitas LGBT bertentangan dengan hukum islam dan hukum negara kesatuan republik Indonesia (NKRI),” kata dia kepada wartawan di sela-sela aksi.
Peran Orang Tua
Tak hanya itu, ia menuturkan aktivitas LGBT merusak tatanan moral dan budaya sekaligus merusak generasi masa depan anak bangsa. Selain diperlukan peran aktif orangtua, ia juga meminta DPR dan Pemerintah Pusat untuk menetapkan UU Anti LGBT. Pemerintah juga perlu menyediakan rehabilitasi kejiwaan pelaku LGBT.
“Rehabilitasi penting bagi mereka [LGBT]. Kita tidak perlu membunuh mereka, tapi kita harus merangkul dan menyembuhkannya,” katanya.
Saat ini, ia menuturkan penyebaran virus LGBT semakin masif dan meresahkan masyarakat. Menurutnya yang terpenting bagaimana Pemerintah bisa menutup situs-situs di media sosial (medsos) yang terkait aktivitas LGBT.
Pihaknya menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk mendahulukan upaya persuasif, dengan pendekatan dan tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap pelaku LGBT. “Kami mengajak dan membantu para pelaku LGBT yang ingin sembuh dan kembali normal,” katanya.
Warga Sukoharjo, Muhammad Firman mendukung aksi tersebut. Ia sebagai orangtua mengaku khawatir apabila LGBT dibiarkan berkembang bebas. “Siapa sih orangtua yang mau anaknya menjadi seperti itu? Jadi sejak awal saya selalu membentengi anak dengan pendidikan agama supaya mereka tidak terjerumus,” katanya.
Senada warga Laweyan, Damianus B. yang secara garis besar menolak perkembangan LGBT karena dilihat dari perspektif agama dan kebudayaan manapun hal itu tetap bertentangan.