by Kurniawan - Espos.id Solopos - Kamis, 16 November 2023 - 18:33 WIB
Esposin, SOLO—Dari tiga pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Pemilu 2024 hanya ada satu orang yang mempunyai sifat dan watak kepemimpinan menurut petangan weton dan neptu Jawa.
Pendapat itu disampaikan Pemerhati Budaya Solo, Tundjung W Sutirto, saat diwawancara Esposin, Kamis (16/11/2023). “Dilihat dari petangan weton dan neptu sekian calon itu yang bisa memimpin hanya satu,” ujar dia.
Tapi, Tundjung tak menyebut sosok yang dimaksud, dengan pertimbangan etika. Dia hanya memberi gambaran sosok yang dimaksud berwatak Dewa Guru yang berkuasa, bakat memimpin, pemberi dan negosiator yang baik.
“Hanya ada satu yang punya watak Dewa Guru. Karena yang Capres-Cawapres berwatak itu hanya satu. Dia berkuasa, bakat memimpin, pemberi, dan negosiator. Penting kemampuan diplomasi atau merayu itu kan,” kata dia.
“Hanya ada satu yang punya watak Dewa Guru. Karena yang Capres-Cawapres berwatak itu hanya satu. Dia berkuasa, bakat memimpin, pemberi, dan negosiator. Penting kemampuan diplomasi atau merayu itu kan,” kata dia.
Tundjung juga mengungkapkan dari tiga Capres-Cawapres ada sosok yang penuh belas kasih tapi jahil. Sosok itu punya watak benih waswas dan curiga. Ada juga sosok yang seperti Dewa Rudra yang berwibawa, angker dan kejam.
Namun, lagi-lagi dia tak mau menyebut siapa sosok yang dimaksud. “Dewa Rudra karakternya angker berwibawa dan kejam. Watake menakutkan. Merujuk pasarannya, dia bertanggung jawab, sering kena fitnah,” urai dia.
“Itu hanya perkiraan, bukan ilmu pasti. Karena weton dan neptu itu yang pasti kecenderungan. Ini yang harus diwaspadai. Jadi tidak bisa itu menjadi satu kesatuan untuk memperkirakan sebuah kecenderungan,” ujar dia.
Sebab bisa saja terjadi deviasi atau penyimpangan ketika yang jadi justru weton dan neptu itu tidak sesuai. “Jadi tidak bisa dijadikan pegangan yang akan bisa memimpin adalah yang lahir Senin, Rabu, atau Sabtu,” urai dia.
Sehingga, Tundjung mengatakan para pemilih harus tetap merujuk kepada ide, gagasan, program maupun perilaku. Sebab ilmu titen berdasarkan petangan Jawa tidak bisa menjadi teori universal yang berlaku positif.
“Hanya untuk mengarahkan. Jadi kalau mau itu ya ilmunya itu hasta brata, delapan watak Jawa. Pada dirinya itu yang ada hanyalah kualitas mengayomi, menghidupi, memberi semangat, kenyamanan,” kata dia.