by Chrisna Chaniscara - Espos.id Solopos - Selasa, 14 Desember 2021 - 22:38 WIB
Esposin, SOLO -- Pemkot Solo menyatakan tak bisa banyak membantu ihwal pembiayaan perbaikan maupun perawatan bantuan bersejarah karena terkendala keterbatasan anggaran.
Kendati begitu, Pemkot tetap berupaya mencarikan dana dengan mengetuk pintu perusahaan agar mengalokasikan dana corporate social responsibility (CSR) guna membantu melestarikan benda cagar budaya Kota Bengawan.
Perda No 10/2013 tentang Pelestarian Cagar Budaya mengamanatkan Pemkot Solo untuk mengalokasikan dana, insentif, hingga kompensasi bagi pemilik BCB guna menunjang perawatan. Terkait itu, Pemkot tengah menjajaki kerja sama dengan kalangan swasta untuk berkontribusi dalam pelestarian cagar budaya.
Baca Juga: Gugatan Perlawanan Eksekusi Sriwedari Solo Ditolak, Ini Respons Gibran
Baca Juga: Gugatan Perlawanan Eksekusi Sriwedari Solo Ditolak, Ini Respons Gibran
Sebagai informasi, Solo memiliki 187 cagar budaya yang meliputi benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan. Sebanyak 91 cagar budaya di antaranya telah masuk SK Wali Kota, Gubernur atau pemerintah pusat.
Namun dari deretan bangunan bersejarah dan cagar budaya tersebut, hanya sedikit yang mampu didanai Pemkot setelah munculnya Perda Cagar Budaya. Gagasan Perwali yang mengatur teknis pemberian insentif bagi pelestari BCB pun terkatung-katung sejak 2015.
Baca Juga: Burung Cabe-Cabean Ikut Disita BNNP Jateng dari Kasus Peredaran Narkoba
Keterbatasan anggaran memang jadi problem tersendiri. Kami belum bisa menjangkau perawatan BCB milik pribadi seperti dalem-dalem pangeran di Keraton Solo. Pengurangan pajak bumi dan bangunan [PBB] sebesar 30% telah kami berikan dengan syarat pengelola proaktif,” ujar Sukono saat dihubungi Esposin, Selasa (14/12/2021).
Sukono menjajaki pelibatan kalangan swasta untuk turut mendukung perawatan cagar budaya. Menurut Sukono, hal itu dimungkinkan dan telah berhasil di sejumlah daerah seperti Gresik.
Baca Juga: Solo dan Sukoharjo Jadi Lokasi Syuting Film Srimulat: Hil yang Mustahal
Sukono menilai sudah saatnya corporate social responsibility (CSR) tak hanya diwujudkan pembangunan fisik, melainkan diarahkan untuk pelestarian cagar budaya. “Perlu sinergi antarstakeholder. Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah, BCB bisa semakin berisiko rusak. Kami berencana studi banding ke Gresik untuk mendalami opsi ini [pendanaan BCB lewat CSR],” ujarnya.
Pegiat komunitas pencinta sejarah Solo Societeit, Fauzi Ichwani, menilai Pemkot perlu punya langkah riil untuk melestarikan cagar budaya selain lewat pelabelan BCB. Pencermatan Esposin, ada empat pasal di Perda Cagar Budaya yang mengatur soal alokasi bantuan Pemkot pada pengelola cagar budaya.
Selain bantuan dana, pengelola berhak mendapatkan pengurangan PBB serta kemudahan perizinan. “Perlu ada hak dan kewajiban yang seimbang sehingga pengelolaan BCB dapat berkelanjutan,” ujarnya.