by Rudi Hartono - Espos.id Solopos - Senin, 21 Juni 2021 - 22:41 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Watu Cenik di Dusun Prampelan, Desa Sendang, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, sudah cukup lama dikenal sebagai objek wisata. Dari kawasan Watu Cenik itu pengunjung dapat melihat pemandangan Waduk Gajah Mungkur (WGM) secara jelas dari ketinggian bukit.
Setiap hari puluhan hingga seratusan orang dari berbagai wilayah dan daerah berkunjung ke lokasi ini. Pada salah satu area Watu Cenik terdapat permakaman keluarga Raden Ngabehi Poncoprabowo I atau Kyai Soro Sumarto IX yang wafat pada 1795.
Ternyata ada cerita yang melatarbelakangi penamaan kawasan di puncak bukit itu. Kepala Desa atau Kades Sendang, Sukamto, saat ditemui Esposin di kantornya, Jumat (18/6/2021), mengisahkan dahulu kawasan perbukitan Desa Sendang itu tidak ada permukiman.
Baca Juga: Petani Wonogiri Mulai Panen, Ternyata Harga Jual Porang Lebih Mahal pada Juli-Agustus
Seluruh area di sekitar perbukitan Watu Cenik, Sendang, Wonogiri, itu merupakan hutan belantara. Permukiman warga ada di bawah perbukitan, tepatnya di area yang saat ini menjadi WGM.
Kemudian ada orang yang mencarinya di perbukitan. Beberapa lama kemudian Mbah Gede ditemukan sedang bertapa dalam posisi nyenik atau duduk di watu atau batu yang terletak di puncak bukit. Batu tersebut masih utuh hingga saat ini.
Baca Juga: 1,5 Ton Ikan Nila di Karamba WGM Wonogiri yang Mendadak Mati Ternyata Siap Panen
“Singkat cerita, kemudian batu di puncak bukit itu diberi nama Watu Cenik yang jika diartikan secara bebas adalah batu tempat bertapa dengan posisi duduk. Bukitnya juga diberi nama Bukit Cenik,” ucap Kades yang merupakan warga asli Desa Sendang itu.
Ia melanjutkan belum banyak yang tahu di kawasan Watu Cenik, Sendang, Wonogiri, terdapat dua song atau semacam ceruk/rongga. Satu song ada di dekat Watu Cenik diberi nama Song Cenik. Ceruk itu dahulu sering dijadikan tempat tirakat.
Baca Juga: Baru Buka Sekali, Wisata Kuliner Pasar Doplang Wonogiri Harus Tutup Lagi
Macan tersebut sering ke area permukiman warga dan melahap habis gaplek yang dijemur warga. Gaplek merupakan singkong yang dikeringkan untuk membuat nasi tiwul. Keberadaan macan mengganggu sekaligus mengancam keselamatan jiwa warga.
Warga Sendang mencari ide untuk mengusir gogor di Watu Cenik, Wonogiri, itu. Lalu diperoleh cara, yakni menggunakan buah bligo yang dibakar. Saat ada gogor datang warga melemparkan bligo panas. Gogor mengira bligo itu binatang lain yang ingin mengganggunya.
Kemudian gogor menubruk bligo tersebut. Seketika gogor mencengkeramkan kukunya di bligo yang panas. Gogor kesakitan lalu lari tunggang langgang dan tak kembali lagi pada hari-hari berikutnya. “Song Gogor ada di area tegalan mbah saya, namanya Mbah Mento Rejo. Beliau lah yang menceritakan kisah itu kepada saya,” ulas Kades.