Langganan

RAWA JOMBOR : Volume Air di Rawa Jombor Tinggal 5%

by Shoqib Angriawan Jibi Solopos  - Espos.id Solopos  -  Kamis, 29 Agustus 2013 - 11:02 WIB

ESPOS.ID - Rawa Jombor di Kecamatan Bayat, Klaten. (Dok/JIBI/Solopos)


Rawa Jombor di Kecamatan Bayat, Klaten. (Dok/JIBI/Solopos)

Esposin, KLATEN -- Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Klaten mengidentifikasi volume air di Rawa Jombor, Kecamatan Bayat, Klaten hingga akhir Agustus 2013 tinggal 5%. Akibatnya, sejumlah sungai yang dialiri dari rawa tersebut kini tidak lagi mengalirkan air.

Advertisement

Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) DPU Klaten, Harjaka, mengatakan menurunnya volume air itu disebabkan pengerukan rawa yang dilakukan Balai Besar Sungai Bengawan Solo (BBSBS). Selain itu, cepat keringnya rawa itu juga disebabkan oleh hujan yang tidak lagi turun di wilayah Klaten dan sekitarnya.

“Salah satu sungai yang kami pantau adalah Kali Dengkeng yang aliran airnya sudah defisit sekali sehingga akan mengakibatkan kekeringan,” katanya saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (28/8/2013).

Sejumlah sungai yang airnya bersumber dari Rawa Jombor pun sudah terlihat mengering. Menurutnya, hal itu bisa menyebabkan wabah kekeringan di beberapa kecamatan di Klaten seperti Cawas, Trucuk dan Bayat. Bahkan, saat ini beberapa daerah hilir sudah mengalami kekeringan karena aliran air tidak sampai di tempat itu.

Advertisement

Ancam Tanaman Padi

Dalam kesempatan itu pihaknya mengaku belum mendapatkan laporan tertulis terkait wabah kekeringan itu. Namun, dia memprediksi kekeringan akan melanda tiga kecamatan di Klaten itu.

“Berdasarkan pantauan kami, banyak tanah sawah yang sudah tidak ada air dan mengancam tanaman padi,” ujarnya. Selain itu, warga yang memiliki ladang perikanan di sekitar Rawa Jombor juga hanya menggunakan air seadanya.

Advertisement

Sebelumnya, pihaknya mengaku sudah memberikan pemberitahuan kepada petani untuk tidak menanam padi pada musim tanam ketiga. Pihaknya menyarankan kepada petani untuk menanam tanaman yang kuat meski tanpa air beberapa hari seperti tanaman palawija. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak petani yang menanam padi.

Untuk mengantisipasi wabah kekeringan itu, sambungnya, banyak petani di ketiga kecamatan itu yang membuat sumur di tengah sawah. Meski demikian, dia mengungkapkan pembuatan sumur itu ada dampak negatifnya, yakni sumur di permukiman warga akan cepat mengering. Oleh sebab itu, dia mengatakan harus ada pemantauan pemanfaatan air di tengah sawah itu.

Advertisement
Tutut Indrawati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif