by Nugroho Meidinata Wahyu Prakoso - Espos.id Solopos - Sabtu, 13 Juni 2020 - 12:35 WIB
Esposin, SUKOHARJO -- Niken, buruh perempuan PT Tyfountex Indonesia yang dirumahkan kini rela berjualan kerupuk di Pasar Gawanan, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Buruh perempuan PT Tyfountex Indonesia itu harus dirumahkan lantaran adanya pandemi Covid-19 yang berimbas terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Ia harus menerima kenyataan pahit, dirumahkan dengan membawa gaji hanya 50 persen.
Wali Kota Solo: Kalau Ngeyel Mengajak Anak ke Mal Dipaksa Pulang!
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bersemangat mengais rezeki. Berbekal dari modal sang ayah, perempuan penopang ekonomi keluarga ini mau tak mau berkeliling naik sepeda berjualan kerupuk.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bersemangat mengais rezeki. Berbekal dari modal sang ayah, perempuan penopang ekonomi keluarga ini mau tak mau berkeliling naik sepeda berjualan kerupuk.
Perempuan asal Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali, itu berjualan keliling dengan rute Desa Klodran, Desa Gajahan, dan sekitar Bandara Adi Soemarmo Solo. Kerap melewati Pasar Gawanan dan melihat tidak ada penjual kerupuk, ia pun mencoba peruntungan dengan berjualan di depan pasar.
TSTJ Solo Buka Mulai 19 Juni, Anak-anak dan Ibu Hamil Tetap Dilarang Berkunjung
Kumpulkan Sejak Kecil, Begini Cerita Warga Sragen Koleksi 4.000 Fosil
Niken semakin bingung ketika mendengar sang suami yang bekerja di perusahaan yang sama, Ranang Anggoro, 39, juga dirumahkan per Mei. Keadaan bertambah genting ketika perusahaan tidak membayarkan upah semua buruh sejak April dan tak memberikan tunjangan hari raya (THR).
Padahal, Niken memiliki seorang anak yang menginjak Kelas XI Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di salah satu SMK swasta, Gatra, yang belum membayar SPP selama tiga bulan terakhir senilai Rp750.000. Ia juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyediakan fasilitas belajar dari rumah.
Kontak Pedagang Ikan Positif Covid-19 Purworejo, 13 Warga Kulonprogo Diisolasi
“Tenan. Saya pusing. Dapat tugas anak kan online sementara HP-nya untuk foto enggak bisa. Saya beli [HP] harga Rp1 juta dari tabungan koperasi karyawan yang dibubarkan,” ungkap dia.
Sebagai buruh perempuan Tyfountex yang terdampak pandemi Covid-19, hingga sekarang Niken belum mendapatkan jaring sosial dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan KTP dan kartu keluarga tercatat di Klaten atau rumah mertua. Jaring sosial yang disalurkan serikat pekerja beberapa waktu lalu hanya menjadi bantalan.
Ramah dan Pekerja Keras, Korban Benang Layangan Sudah 2 Tahun Kelola Bengkel di Mojosongo Solo
Dia pun tak berharap banyak adanya bantuan. Wanita tersebut memilih mencoba usaha berjualan kerupuk di Pasar Gawanan. Sementara, sang suami berjualan keliling dengan sepeda motor. Hasil yang didapat separuh dari penghasilan Niken di pasar.
“Ada teman tanya. Sekarang dapat penghasilan dari mana? Saya jawab jualan kerupuk. Kondisi dia belum bekerja. Saya ajak jualan isin [malu]. Alhamdulillah saya enggak isin. Isin ki apa [malu itu apa]. Isin entuk ngeleh [malu dapat lapar],” kata Niken.