Langganan

Pameran Seni Gambar di TBJT Solo Suarakan Keresahan & Kritik akan Kerusakan Bumi

by Dhima Wahyu Sejati  - Espos.id Solopos  -  Rabu, 2 Oktober 2024 - 21:13 WIB

ESPOS.ID - Pengunjung mengamati salah satu karya seni gambar yang dipamerkan di TBJT Solo, Selasa (1/10/2024). (Espos/Dhima Wahyu Sejati)

Esposin, SOLO — Para perupa dari berbagai daerah di Indonesia menyampaikan keresahan mereka terhadap kerusakan bumi lewat Pameran Seni Gambar di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Solo, Selasa-Senin (1-7/10/2024).

Para perupa memamerkan keahlian mereka menggores tinta dengan garis hingga membentuk objek tertentu. Gambar yang dipamerkan cenderung bercerita tentang kerusakan bumi. 

Advertisement

Kritik terhadap kerusakan bumi ini tersampaikan melalui gambar berjudul Bila Bumi Mati. Karya itu dibuat oleh Empu ISI Solo, I Gusti Nengah Nurata. Seniman yang lahir di Bali itu membuat empat gambar yang saling berkaitan.

Nurata menggambarkan suasana bumi yang sedang kering dan rusak. Dengan teknik garis menggunakan pensil membuat gambar itu hitam putih. Nuansa hitam putih menambah kelamnya gambaran alam dalam karya itu.

Advertisement

Nurata menggambarkan suasana bumi yang sedang kering dan rusak. Dengan teknik garis menggunakan pensil membuat gambar itu hitam putih. Nuansa hitam putih menambah kelamnya gambaran alam dalam karya itu.

Sudah menjadi ciri khas Nurata untuk menghadirkan makhluk imajinatif dalam karyanya. Dalam karya Bila Bumi Mati itu tergambar makhluk menyerupai kadal namun memiliki tangan dan kaki. Ada pula yang menyerupai tengkorak manusia yang menyatu dengan tanah.

Simbol dalam bentuk makhluk imajinatif itu berasal dari amatan mata, kepekaan batin, ketajaman intuisi, dan kedalaman berpikir. Nurata menghadirkan suasana kelam dalam karyanya lantaran marah dengan kerusakan alam.

Advertisement

Mendamba Kedamaian Hidup di Bumi

Menurutnya, di era yang serbacanggih dan kecepatan kemajuan teknologi tidak menjamin kedamaian bumi. Justru dia melihat manusia mengeksploitasi kehidupan alam untuk kepentingan materi.

“Manusia kan menguras habis kekayaan alam, merusak struktur alam, menelantarkan dan memusnahkan ciptaan Tuhan. Manusia juga yang mencemari sungai dan laut dengan limbah kimia beracun yang berdampak pada kematian berbagai jenis hewan sungai dan hewan laut ” kata dia.

Maka pameran Seni Gambar  yang bertajuk Mendamba Kedamaian Hidup Di Bumi itu selain menyuarakan keresahan dan kritik atas kerusakan yang dibuat manusia di bumi, juga membawa pesan pelestarian demi keberlangsungan kehidupan dan keseimbangan alam.

Advertisement

“Melalui bahasa rupa, seniman berusaha untuk menyadarkan agar umat manusia yang menjadi monster biadab itu berubah menjadi manusia beradab untuk menegakkan kedamaian hidup di bumi,” kata Nurata.

Pameran kerap kali menampilkan karya seni lukis, yang dasarnya adalah goresan tinta dengan cat dan kuas di permukaan kanvas. Namun pada pameran kali ini, seluruhnya menampilkan karya gambar.

Seni gambar menonjolkan unsur garis dan bentuk. Mayoritas karya menggunakan pensil, drawing pen, dan akrilik. Sehingga gambar cenderung hitam-putih. Ini menghasilkan nuansa monokrom dengan satu unsur warna saja.

Advertisement

Nurata, yang juga kurator pameran, mengatakan sengaja membuat pameran gambar dengan tujuan edukatif. Menurutnya, seni gambar menjadi dasar bagi perupa. Perupa harus menguasai teknik garis sebagai dasar dalam berkarya.

“Harus disadari unsur visual garis dan bentuk sangat penting dikuasai secara manual bila ingin menjadi perupa andal. Terutama bagi perupa pemula yang baru menjelajah dan menyentuh ranah seni rupa murni. Ini untuk memperkuat keterampilan dasar seni rupa murni,” kata dia.

Proses Kurasi

Dia menekankan dalam ranah seni rupa murni, garis menjadi elemen dasar yang harus dikuasai sebagai basis utama menciptakan karya. Bila kemampuan garis baik, kata Nurata, akan berdampak baik pula saat mengolah unsur visual lainnya.

Nurata mengatakan kurasi yang dilakukan dalam pameran kali cukup ketat. Sebab secara khusus pameran ini berusaha menampilkan karya terbaik dari para maestro seni rupa, perupa terbaik, dan perupa potensial dari Indonesia.

“Karya seni gambar dalam event ini adalah karya cipta manual yang bergaya personal yang menggunakan unsur visual garis dan bentuk. Manual artinya tidak menggunakan alat bantu mesin seperti proyektor, digital printing, dan lainnya,” kata dia.

Ketua Penyelenggara Pameran, Sentot T Raharjo, mengatakan total karya yang dipamerkan dalam pameran tersebut ada sekitar 88 gambar. Seniman yang mengikuti pameran berasal dari berbagai daerah seperti Solo, Yogyakarta, Bali, Jakarta, dan lainnya.

“Saya rasa ini mewakili seluruh Indonesia. Jadi ini yang ikut maestro pelukis, pelukis potensial, dan pelukis profesional,” kata dia kepada Espos selepas pembukaan pameran, Selasa malam.

Dia mengatakan proses pemilihan lukisan tidak didasarkan pada penilaian yang subjektif. Tidak juga dengan patokan harga. Sentot menyebut semua karya yang ditampilkan melalui kurasi yang ketat dan jujur.

“Kalau memang kuratornya tidak oke, ya dikembalikan. Selama ini kan pameran asal bisa bayar bisa ikut. Nah ini tidak bisa begitu,” kata dia.

Dengan begitu, pameran seni gambar ini tidak sekadar membawa pesan pelestarian alam dan perdamaian hidup, namun juga membawa misi edukasi tentang garis sebagai dasar seni rupa murni. Sekaligus menjadi contoh penyelenggaraan event pameran yang sehat.

Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif