Esposin, SOLO -- Di kalangan masyarakat Jawa ada kepercayaan bahwa menikah atau menggelar hajatan pernikahan pada bulan Sura itu tidak baik dan dilarang. Kepercayaan itu diwariskan turun temurun di kalangan masyarakat Jawa dan bertahan hingga sekarang ini.
Bahkan ada mitos pernikahan yang dilakukan pada bulan Sura akan mengakibatkan hal-hal yang tidak baik atau bahkan petaka. Bagaimana sebenarnya penjelasan tentang kepercayaan itu? Budayawan Solo, Tunjung W Sutirto, memberikan pandangannya.
“Dalam tradisi Jawa dapat dilihat dari aspek masa. Pada masa Hindu tidak ada larangan menikah di bulan Sura. Karena dalam pandangan Hindu itu pernikahan atau pawiwahan juga mengenal perhitungan,” ujarnya saat diwawancarai Esposin, Minggu (14/8/2022).
Dalam perhitungan Hindu, Tunjung melanjutkan sebuah pernikahan idealnya dilakukan pada bulan Kadasa. Sedangkan pantangan waktu menikah dalam kepercayaan Hindu yaitu saat-saat tertentu, seperti Hari Raya Nyepi.
Dalam perhitungan Hindu, Tunjung melanjutkan sebuah pernikahan idealnya dilakukan pada bulan Kadasa. Sedangkan pantangan waktu menikah dalam kepercayaan Hindu yaitu saat-saat tertentu, seperti Hari Raya Nyepi.
“Atau dalam tradisi Hindu itu ada perhitungan berorientasi kepada pakem yang diyakini yaitu apa yang dinamakan Saptawara, Sasih, Pananggal atau Panglong, dan Ala Ayuning Dewasa, setiap tanggal dalam rentang waktu ditentukan,” urainya.
Baca Juga: Bacaan Niat Puasa Asyura dalam Latin dan Terjemahannya
“Sehingga tidak pantas bagi umat Islam di Jawa pada bulan Sura untuk bersenang-senang termasuk menggelar upacara pernikahan,” katanya. Tunjung mengungkapkan ihwal upacara pernikahan itu terjadi perbedaan pendapat di masyarakat.
Baca Juga: Sama-Sama Laku Bisu, Ini Beda Kirab 1 Sura Keraton Solo & Mangkunegaran
Di satu sisi ada sebagian masyarakat yang beranggapan yang terpenting ijab kabul tidak dilakukan pada bulan Sura. Sedangkan untuk resepsi bisa dilakukan pada bulan Sura. Tapi ada juga yang beranggapan baik ijab maupun resepsi sama-sama tak boleh dilakukan di bulan Sura.
“Hal itu berbeda dengan kalangan Keraton Solo yang menyelenggarakan pernikahan itu justru pada bulan Sura. Jadi ada kekhususan,” ujarnya. Lebih jauh Tunjung menjelaskan di kalangan masyarakat awam telah terjadi transformasi budaya dalam konteks perilaku.
Baca Juga: Kiai Gino Mati, Kebo Bule Pusaka Keraton Solo Tinggal Segini
Sebelumnya, akun Instagram resmi Pemkot Solo, @pemkot_solo, pada Jumat (12/8/2022), mengunggah informasi mengenai pernikahan pada bulan Sura dengan judul "Kenapa Menikah di Bulan Suro Dilarang?"
Dalam unggahan tersebut, admin akun @pemkot_solo menuliskan bahwa masyarakat jawa memiliki anggapan bulan Sura merupakan bulan yang agung atau mulia (Muharam) dan lebih tepat digunakan untuk menjalankan laku seperti tirakatan, puasa, atau tapa bisu.
Masyarakat Jawa percaya larangan ini karena bulan Sura adalah bulan keramat sehingga bulan ini tidak boleh mengadakan pernikahan. Ketika larangan ini dilanggar, masyarakat Jawa percaya orang atau keluarga yang melangsungkan pernikahan akan terkena petaka. Di sisi lain, bulan baik untuk menikah menurut kepercayaan masyarakat Jawa adalah Zulhijah (Besar), Ruwah, Rajab, dan Jumadil Akir.