Langganan

Melihat Ragam Indonesia dalam 2 Jam di Pameran Bersama Museum Monpers

by Candra Septian Bantara  - Espos.id Solopos  -  Selasa, 23 Juli 2024 - 16:02 WIB

ESPOS.ID - Puluhan pelajar SMA mengantre untuk mengunjungi stan Museum Penerangan Indonesia dalam event Pameran Museum Bersama di Monumen Pers Nasional (Monpers) Selasa (23/7/2024). (Solopos.com/Candra Septian Bantara)

Esposin, SOLO–Sebagian kampus di Solo saat ini tengah memasuki libur semester. Momen ini banyak dimanfaatkan oleh para mahasiswa untuk pulang kampung ataupun berwisata ke berbagai tempat menarik untuk melepas penat.

Seperti halnya yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa salah satu kampus swasta di Solo, Hafiza Afari Cahya, 19. Alih-alih memilih pulang kampung ke Palembang, Sumatra Selatan, Hafiza memilih menghabiskan waktu libur semesternya dengan mengeksplorasi beragam tempat dan event menarik yang ada di Kota Bengawan.

Advertisement

Kali ini, Selasa (23/7/2024) bersama sahabat akrabnya asal Solo, Sasa, 19, dia berkunjung ke event Pameran Museum Bersama di Monumen Pers Nasional (Monpers). Dia datang ke lokasi pameran yang terletak di Jl Gajah Mada No. 59, Timuran, Kecamatan Banjarsari, Solo tersebut sekitar pukul 11.00 WIB.

Usahanya untuk menembus panasnya cuaca Solo siang itu dengan menggunakan sepeda motor ke Monpers bukan tanpa alasan. Adanya 16 museum se-Indonesia yang turut serta dalam pameran tersebut menjadi alasannya. Ditambah pameran museum ini tidak dipungut biaya alias gratis.

Stan museum pertama yang mereka kunjungi adalah Museum BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Di stan tersebut mereka melihat naskah notulen BPK zaman Hindia Belanda (ARK) tahun 1810, mesin tik zaman, kamera kodak dan Proyektor Bell dan Howell seri 1698 yang digunakan BPK untuk menjalankan tugasnya pada era kepemimpinan Umar Wirahadikusuma pada era 1980-an.

Advertisement

Bergeser ke stan berikutnya, adalah Museum Biologi UGM. Di stan tersebut mereka menjajal menggunakan mikroskop untuk melihat bentuk bagian dalam batang tanaman dikotil dan monokotil.

Mereka juga beberapa kali mengajukan pertanyaan kepada pemandu museum tersebut terkait tengkorak-tengkorak hewan yang dipamerkan seperti kijang, babi rusa, macan dan tutul.

Saat memasuki area utama pameran di bagian tengan Monpers, perhatiannya teralihkan ke stan Museum Bank Indonesia Solo. Sebab, di sana terdapat emas replika seberat 13,5 kg yang dipamerkan dan juga koleksi uang-uang yang sudah dan masih dipakai di Indonesia.

Karena rasa penasarannya begitu tinggi, ia pun mencoba mengangkat emas replika tersebut. Momen ini segera dimanfaatkan Sasa untuk menangkap ekspresi raut wajah temannya yang tampak kesusahan tersebut dengan jepretan foto dan juga video.

Advertisement

Perjalanan kedua orang tersebut berlanjut ke Museum Neka Art. Sebetulnya mereka hendak mampir ke stan Museum Deli Serdang, Museum Keraton Solo, dan Museum Bank Mandiri, namun karena waktu itu tidak ada pemandu dan barang koleksi yang dipamerkan tidak banyak, mereka mengurungkan niatnya.

Di Museum asal Bali tersebut mereka tampak begitu tertarik dengan sosok Arie Smit yang dikenal sebagai pelukis ahli warna dan komposisi. Arie adalah orang Belanda yang juga seorang mantan tentara KNIL, namun memutuskan pindah warga negara karena kecintaannya terhadap Indonesia.

Di Indonesia Arie menetap di Bali namun selalu berpindah-pindah daerah guna memperkaya tema lukisannya. Lukisannya selalu tak jauh dari sawah, desa, pepohonan palem, dan pura, namun dengan ciri khas pewarnaan yang kaya.

Berkat segudang prestasi dan kepedulian sosialnya yang tinggi, Arie Smith menjadi inspirasi bagi seniman Pande Made Kardi Suteja untuk memuseumkan karya-karyanya. Sehingga lahirlah nama Museum Neka Art: House Arie Smit.

Advertisement

Setelah terkagum-kagum dengan sepak terjang sosok yang dijuluki Bapak Young Artist Style tersebut, Hafiza melanjutkan “petualangannya” ke Museum Kretek Kudus. Di stan tersebut dia mengenal aneka macam jenis rokok berdasarkan urutan sejarahnya, mulai dari rokok kretek, kretek klobot, kretek rempah, dan rokok filter.

Dia juga sempat mencoba menggunakan perangkat pelinting rokok–alat pembuat rokok tradisional berbahan kayu– untuk membuat satu batang rokok. Di sana dia juga melihat, meraba, dan membau bahan apa saja yang digunakan dalam satu batang rokok.

Seperti tembakau, cengkeh, dan daun jagung (klobot). Serta aneka rempah-rempah untuk campuran rokok rempah di antaranya pala, vanili, akar wangi, kayu manis, jinten, kapulaga, jahe, dan cengkeh.

Perjalan mereka berlanjut ke Museum Radya Pustaka Solo yang menyajikan topeng-topeng Panji. Kemudian ke Museum Penerangan yang membawa sebuah televisi analog pertama di Indonesia dan kamera yang digunakan liputan TVRI 1962.

Advertisement

Meski sudah hampir dua jam berkeliling dan tidak istirahat sama sekali, mereka tak terlihat capai dan rasa penasarannya masih tampak begitu tinggi. Bahkan hampir di setiap stan mereka selalu menyempatkan berfoto dengan 3-4 angle yang berbeda. “Wah bagus ini, foto dulu foto dulu,” ceteluk Hafiza hampir di setiap stan yang dikunjungi.

Sekitar 20 menit terakhir di pameran, mereka menyambangi stan Museum Sandi yang membawa telepon khusus yang digunakan oleh para intelejen Indonesia era 1990-an. Dan berlanjut ke Museum Sangiran untuk mengikuti gim berupa kuis berhadiah bertema sejarah masa purbakala.

Sebagai penutup, dua perempuan yang gemar ke museum tersebut mendatangi Museum Geologi Bandung. Sambil menikmati segelas kopi susu hangat yang disediakan pemandu, mereka berdua belajar soal fosil-fosil hewan purba, jenis batuan meteor, batuan mineral.

Jam menunjukkan pukul 13.05 WIB, petualangan mereka di pameran akhirnya berakhir. Kondisi museum pers saat itu benar-benar penuh sesak oleh pengunjung yang didominasi oleh siswa SD-SMA.

Hafiza menyebut stan milik Museum Kretek Kudus dan Museum Geologi adalah menjadi favoritnya dalam pameran kali ini. Sebabnya, dua museum tersebut menghadirkan barang koleksi yang lengkap, punya lay out stan yang bagus, dan para pemandunya punya pengetahuan yang mumpuni terhadap barang yang dipamerkan.

Dia berharap event seperti ini bisa rutin digelar. Dan bisa menghadirkan lebih banyak museum yang mungkin jarang orang ketahui.

Advertisement

Menurut dia, kebersihan area pemeran masih perlu diperhatikan lagi oleh penyelenggara. Kemudian, kata dia, koleksi museum yang dibawa juga relatif terbatas dan ada beberapa stan yang tidak ada pemandunya jadi kurang menarik orang berkunjung.

“Dengan pemeran yang Rp0 atau gratis tentu worth it (layak) untuk dikunjungi. Kami selama 2 jam bisa melihat keberagaman Indonesia dari berbagai sudut pandang (sejarah, budaya, ekonomi, teknologi dll) dalam satu tempat,” kata dia saat ditemui Esposin seusai keliling pameran.

Sebagai informasi, pameran museum bersama resmi dibuka Senin (22/07/2024) dan digelar selama lima hari sampai Jumat (26/2024) dari pukul 08.00-16.00 WIB.

Adapun 16 museum yang dikunjungi adalah Museum BPK, Museum Biologi UGM, Museum Bank Mandiri, Museum Deli Serdang, Museum Neka Art Bali, Museum Penerangan, Museum Radya Pustaka, Museum Rumah Budaya Kratonan, dan Museum Kretek Kudus.

Kemudian ada Museum Sangiran, Museum Ranggawarsita, Museum Sandi, Museum Akademi Kepolisian, Museum Geologi Kementerian ESDM, Museum Bank Indonesia, dan tuan rumah Museum Pers Nasional.

Selain bisa menyaksikan beragam koleksi dari 16 museum, pengunjung juga bisa mengikuti beberapa acara lain di Monumen Pers seperti panggung ekspresi kesenian, sesi kuis berhadiah dan bisa mengunjungi stan-stan UMKM di area luar pameran, untuk sekadar membeli makanan, minuman, kerajinan tangan dan barang lainnya.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif