Langganan

Jadi Objek Wisata Religi, Makam Astana Oetara Solo Punya Banyak Keunikan

by Candra Septian Bantara  - Espos.id Solopos  -  Senin, 23 September 2024 - 21:36 WIB

ESPOS.ID - Juru kunci Pesarean Astana Oetara bersiap membuka pintu area makam utama Mangkunagoro VI di yang terletak di Kampung Nayu, Nusukan, Banjarsari, Solo. (Espod.id/Candra Sepitian Bantara)

Esposin, SOLO -- Makam atau Pasarean Astana Oetara yang menjadi persemayaman terakhir KGPAA Mangkunagoro VI telah lama dicanangkan sebagai objek wisata religi di Kota Solo.

Akan tetapi, pasarean yang terletak di Kampung Nayu, Nusukan, Banjarsari, Solo, itu kalah pamor dibanding objek wisata religi lainnya seperti Masjid Raya Sheikh Zayed ataupun Masjid Agung Keraton Solo.

Advertisement

Padahal makam tersebut menyimpan banyak hal menarik dan unik tentang sejarah Mangkunegaran Solo. Saat Espos.id berkunjung ke pasarean yang juga dikenal sebagai Pasarean Giri Yasa, itu belum lama ini, suasana tampak sepi.

Hanya ada penunggu makam dan beberapa warga setempat yang ngadem di dekat gerbang pintu masuk. Selain itu, tempat ini juga terasa sejuk karena dipenuhi pepohonan yang rindang.

Advertisement

Hanya ada penunggu makam dan beberapa warga setempat yang ngadem di dekat gerbang pintu masuk. Selain itu, tempat ini juga terasa sejuk karena dipenuhi pepohonan yang rindang.

Tak jauh dari pintu masuk terdapat Situs Cagar Budaya berupa pendapa yang diberi nama Pendapa Handayaningrat. Pendapa tersebut merupakan peninggalan putra MN VI yang juga seorang pejuang kemerdekaan, KPH Suyono Handayaningrat.

Sampai saat ini pendapa tersebut masih difungsikan dengan baik untuk berbagai kegiatan sosial, seni dan budaya. Seperti mocopatan, laras madya, diskusi budaya, ibadah, festival grebeg, donor darah, dan sebagainya.

Advertisement

Koleksi Museum

Diperkirakan jumlah barang-barang tersebut lebih dari 100 item. Juru Kunci Pasarean Astana Oetara, RM Hariyanto, 69, mengatakan pasarean seluas lebih kurang 1,4 hektare tersebut dibangun pada 1926, dua tahun sebelum MN VI mangkat.

Pasarean ini mengusung gaya arsitektur Art Nouveau yang merupakan perpaduan arsitektur Jawa dan Eropa yang dirancang oleh Ir Soekarno. Hal ini menjadi keunikan dan daya tarik lain di samping nilai sejarah makam tersebut.

Hariyanto bercerita periode kepemimpinan MN VI tergolong singkat, yakni pada 1896-1916 saja. Saat itu putra dari MN V belum dewasa sehingga dia menjadi raja untuk sementara waktu.

Advertisement

“Masa kepemimpinannya memang relatif singkat, akan tetapi selama memimpin dia dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyat. Salah satu keberhasilan kepemimpinannya saat itu adalah membebaskan Mangkunegaran dari ancaman bangkrut akibat belenggu utang kepada Belanda,” kata dia saat berbincang dengan Esposin, belum lama ini.

Hal tak biasa lainnya di makam itu yakni karena MN VI adalah satu-satunya Mangkunagoro atau pemimpin Mangkunegaran yang dimakamkan di Astana Oetara. Hal itu sesuai keinginan MN VI sendiri agar bisa tetap dekat dengan rakyat.

Umumnya para pemimpin Mangkunegaran dimakamkan di Girilayu, Matesih, Karanganyar. Lebih lanjut, Hariyanto menjelaskan saat ini pasarean tersebut dikelola Yayasan Soejono Soewasti yang merupakan trah MN VI.

Advertisement

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Solo Nomor 432.22/50/1 Tahun 2021, kata dia, Astana Oetara telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkot Solo.

Ditetapkan sebagai Cagar Budaya

“Saat ini memang sudah jadi cagar budaya dan menjadi salah satu destinasi wisata religi di Solo bagian utara. Akan tetapi memang yang datang ke sini terbilang tidak banyak,” papar dia.

Menurutnya, tujuan dan latar belakang peziarah datang ke Astana Oetara beragam. Ada yang murni ingin mendoakan, ngalap berkah, hingga ingin mendapatkan kekuasaan atau jabatan. Biasanya mereka datang pada hari dan waktu tertentu.

“Apa pun tujuan peziarah selama baik dan menjaga adab serta sopan santun di sini silakan saja,” ucapnya.

Hariyanto berharap pasarean yang pernah dikunjungi tokoh-tokoh besar, seperti Ir Soekarno, Soeharto, Gus Dur, dan Jokowi itu bisa lebih dikenal oleh masyarakat. Sebab tempat ini menyimpan memori kolektif yang bermakna penting dalam melengkapi narasi sejarah Indonesia di Masa Kolonialisme, Masa Kebangkitan Nasional hingga ke Masa Reformasi.

Sebagai informasi, dilansir laman resmi Astana Oetara, pasarean tersebut buka setiap Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu mulai pukul 09.00 WIB-15.00 WIB. Harga tiket museum dan ziarah dibanderol Rp25.000 untuk dewasa, anak atau pelajar Rp7.500 dan anak-anak usia di bawah 3 tahun gratis.

Sementara itu, Kasi Pemerintahan dan Pelayanan Publik Kelurahan Nusukan, Solo, Sardiyanto, mengakui Astana Oetara menjadi destinasi wisata religi yang punya potensi besar di Nusukan namun belum dimaksimalkan.

Pemerintah kelurahan pun selalu memberikan dukungan penuh dengan menggelar event Grebeg Astana Oetara guna mengenalkan pasarean tersebut kepada khalayak luas.

“Bentuk dukungan kami kepada Astana Oetara agar lebih dikenal masyarakat adalah berkolaborasi dengan pengelolaan pasarean untuk menggelar Grebeg Astana Oetara tiap 21 November. Selain untuk memperingati penobatan Mangkunagoro VI sebagai raja juga sebagai ajang promosi karena bisa diikuti masyarakat luas,” kata dia saat ditemui Espos.id di kantornya belum lama ini.


Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif