by Asiska Riviyastuti Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Selasa, 25 Maret 2014 - 01:44 WIB
BPR Tugu Kencana dinyatakan dalam pengawasan khusus sejak 24 September 2013 oleh Bank Indonesia (BI) selaku otoritas pengawas bank pada waktu itu. Pengawasan khusus dilakukan selama 180 hari atau sekitar tiga bulan. Sejak 1 Januari 2014, pengawasan diambil alih OJK seiring dengan penyerahan wewenang pengawasan bank dan lembaga keuangan dari BI.
Kepala OJK Solo Mulyadi menyampaikan masih membuka peluang supaya BPR tersebut bisa tetap beroperasi. Menurutnya, masih ada peluang BPR tersebut diselamatkan. Oleh karena itu, saat ini pihaknya masih terus berupaya mempertahankan, yakni membantu mempertemukan dengan investor.
“Kalau ditutup dampaknya tentu tidak baik karena tentu ada nasabah yang tidak bisa mendapatkan semua dananya terutama yang mendepositokan dana di atas Rp2 miliar,” ungkap Mulyadi, kepada Esposin, Senin.
Selain itu, karyawan BPR itu juga bisa bekerja seperti biasa dan tidak ada yang diberhentikan. Mulyadi menilai lebih baik bank tersebut diselamatkan. Apalagi masih ada investor yang tertarik menanamkan saham dan menyelamatkan bank tersebut.
Selain itu, dia menjelaskan keputusan ditutup atau tidak menjadi wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sambil menunggu keputusan LPS, pihaknya akan terus berupaya menyelamatkan BPR Tugu Kencana.
Mulyadi menyampaikan Senin siang pihaknya telah bertemu dengan jajaran manajemen BPR Tugu Kencana dan investor. Pertemuan itu, menurut dia, untuk membahas proses pengambilalihan.
Sementara itu, Ketua Persatuan Bank Rakyat Indonesia (Perbarindo) Solo, Pangarso Yoga Muthodo, mengatakan tidak bisa mencampuri urusan internal suatu BPR. Dia menyampaikan ada rencana mengajak kerja sama investor tapi tidak tahu kelanjutannya.
“Kami [Perbarindo] hanya bisa menanggulangi risiko atau sosialisasi kebijakan yang diputuskan oleh pemegang kewenangan. Kalau sudah masuk urusan internal, kami tidak bisa ikut campur,” papar dia.