by Kurniawan - Espos.id Solopos - Rabu, 25 September 2024 - 15:13 WIB
Esposin, SOLO -- Dewan Pimpinan Kota Keluarga Besar Marhaenis (KBM) Kota Solo mengapresiasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang telah mencabut Tap MPRS No 33/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Kota KBM, Purwono, saat ditemui awak media di Pendopo Kampus AUB Solo, Selasa (24/9/2024) malam. Dalam kesempatan itu, DP KBM Solo menggelar acara bertajuk Asung Syukur atas pencabutan Tap MPRS Nomor 33/1967. Acara berlangsung hikmat dihadiri anggota organisasi itu.
“Ini adalah momen yang sangat luar biasa dan kami nantikan. Kami sebagai kaum Marhaenis senang dan gembira,” tutur dia. Atas pencabutan Tap MPRS Nomor 33/1967 itu, DP KBM Solo menyampaikan pernyataan sikapnya sebagai berikut:
Sementara itu, Rektor AUB, Siti Fathonah, mengatakan pencabutan Tap MPRS Nomor 33/1967 akan membuat masyarakat mempunyai satu persepsi dalam melihat sosok Bung Karno.
“Ini memberikan suatu kepercayaan terhadap negara kita. Itu di sisi akademisi. Makanya seorang proklamator itu sebetulnya punya visi membawa suatu negara. Pandanglah kebaikan seseorang untuk dilanjutkan apa yang diinginkan kebaikan itu,” kata dia.
Diberitakan Espos.id sebelumnya, MPR RI resmi mencabut Tap MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Sukarno. Pencabutan Tap MPRS itu dilakukan dalam silaturahmi kebangsaan bersama Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan keluarganya di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024).
"Sesuai dengan ketetapan MPR Nomor 1/ MPR Tahun 2003 tentang peninjauan terhadap Menteri dan Status Hukum ketetapan MPRS dan MPR Tahun 19-6-2022 telah menyatakan Tap MPRS Nomor 33 / MPRS Tahun 1967 sudah tidak berlaku lagi," ujar Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, dilansir Bisnis.com.
Dia juga menambahkan alasan ketetapan MPRS tersebut tidak berlaku lagi lantaran Sukarno dinyatakan tidak terbukti bersekutu dengan PKI. Sukarno adalah presiden pertama sekaligus proklamator kemerdekaan RI.
Sukarno pernah dituding tidak setia kepada NKRI pasca-pecahnya G30S 1965. Pada era pemerintahan junta militer Orde Baru, terjadi proses de-Sukarnoisasi. Terkait G30S, ada tudingan bahwa Sukarno terlibat dalam penyingkiran terhadap enam Pahlawan Revolusi.