by Mahardini Na Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Kamis, 24 April 2014 - 23:13 WIB
Slamet Gundono sendiri sebelumnya pernah berinteraksi dengan masyarakat yang tinggal di sekitar Museum Sangiran tersebut dalam acara Srawung Seni Segara Gunung yang digelar untuk memperingati World Heritage Day, 18 April 2013 lalu.
Setahun sejak gelaran akbar tersebut berlalu, masyarakat yang tinggal di salah satu situs sejarah purbakala tersebut kembali menggelar acara serupa tanpa kehadiran sang dalang wayang suket yang berpulang Januari lalu.
Berbagai kegiatan kemudian digelar untuk memperingati hari Cagar Budaya Dunia yang berdekatan dengan 100 hari meninggalnya Slamet Gundono, antara lain pentas musik karawitan, lesung Teater Sangiran, pemutaran film berjudul Cagar karya Teater Ruang, pentas tari Jejer Jaran Dawuk dari grup Mokat ISI Solo.
“Acara ini digelar agar masyarakat di sekitar Sagiran bisa memaknai kehadiran leluhurnya. Slamet Gundono juga sebagai salah satu ‘cagar budaya’ yang pernah dikenal masyarakat di sana,” terang Suprapto Suryodarmo, Pegiat Padepokan Lemah Putih, saat dihubungi Esposin, Rabu malam selepas acara.
Budayawan yang akrab disapa Mbah Prapto ini mengungkapkan dalam kegiatan tersebut, masyarakat utamanya generasi muda, juga dikenalkan dengan konsep berkesenian Slamet Gundono yang kerap mengadakan gerilya budaya ke berbagai pelosok daerah bersama Komunitas Sanggar Tanggul Budaya, Joko Bibit Santoso.
“Banyak seniman kita yang kehilangan nilai setelah meninggal dunia karena kreativitas dan pemikirannya tidak pernah dituturkan kepada generasi muda. Ini wujud penghargaan kreatif kami bagi Slamet Gundono,” pungkasnya.