Langganan

1.560 Pasutri Boyolali Bercerai pada 2022, Mayoritas Istri Gugat Suami - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Nova Malinda  - Espos.id Solopos  -  Selasa, 10 Januari 2023 - 14:43 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi perceraian. (Gambar: Freepik)

Esposin, BOYOLALI -- Pengadilan Agama Kabupaten Boyolali menyebut total perceraian di Kabupaten Boyolali sepanjang 2022 mencapai 1.560 perkara.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Boyolali, Arief Rokhman, mengatakan dari jumlah tersebut, perkara cerai gugat oleh pihak isteri lebih mendominasi daripada cerai talak oleh pihak suami.

Advertisement

“Untuk perkara cerai talak 362 perkara, untuk perkara cerai gugat 1.198 perkara” jelasnya kepada Esposin saat dihubungi melalui WhatsApp, Selasa (10/1/2023).

Perkara cerai gugat yang dikabulkan tiga kali lipat lebih banyak daripada perkara cerai talak. Catatan tersebut menunjukkan pihak perempuan lebih banyak melayangkan gugatan perceraian daripada pihak laki-laki.

Advertisement

Perkara cerai gugat yang dikabulkan tiga kali lipat lebih banyak daripada perkara cerai talak. Catatan tersebut menunjukkan pihak perempuan lebih banyak melayangkan gugatan perceraian daripada pihak laki-laki.

Arief menerangkan pasangan suami istri di Boyolali rata-rata melayangkan permohonan cerai pada rentang usia 35 tahun ke atas. “Kurang lebih usia 35 tahunan,” singkatnya.

Sementara, saat ditanya, Arief mengatakan kasus perceraian di Boyolali biasanya terjadi pada usia penikahan 10 tahun sampai 15 tahun berjalan. “10 tahun sampai 15 tahun kurang lebihnya,” ucap dia.

Advertisement

Dari berita sebelumnya, kasus perceraian di Boyolali mencapai 1.870 perkara pada 2021. Angka tersebut lebih tinggi tipis dibanding 2021.

Total kasus perceraian pada 2021 mencapai 1.832 kasus. untuk penyebab perceraian di Boyolali, Arief menjawab faktor ekonomi yang menjadi penyebab paling sering.

“Ada juga kekerasan dalam rumah tangga [KDRT]. Bisa terjadi kekerasan antara suami ke istri, atau sebaliknya. Kemudian ada pihak ketiga, lalu masalah moral dan akhlak misal suami sering minum-minuman keras berjudi. Lalu ada suami yang pergi tidak bertanggungjawab tidak menafkahi. Semuanya itu frekuensinya kecil, paling sering ekonomi,” jelasnya pada Jumat (16/9/2022)

Advertisement

Sementara, mengenai pembuktian terkait kasus KDRT, Arief mengatakan biasanya harus ada saksi yang melihat kekerasan itu terjadi.

“Jadi tidak bisa saksi itu bilang kalau dia hanya berdasarkan cerita suami atau istri. Untuk visum seperti itu bukti pendukung. Jadi harus ada saksi yang benar-benar melihat,” kata dia.

 
Advertisement
Ika Yuniati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif