by Ahmad Kurnia Sidik - Espos.id Solopos - Sabtu, 21 September 2024 - 01:15 WIB
Esposin, SOLO -- Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto mengatakan bujet untuk program makan bergizi gratis (MBG) tidak harus Rp15.000 per porsi melainkan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Hal itu dikatakan Wiranto saat meninjau uji coba MBG di SDN 1 Kleco Solo, Kamis (19/9/2024). “Memang belum, [harganya] belum ditentukan. Tapi menurut saya tentunya akan berbeda,” kata Wiranto.
Perbedaan itu, kata Wiranto, dengan melihat harga-harga bahan makanan yang antara satu daerah dengan lain tentu berbeda. Ia mencontohkan harga bahan makanan di Solo dengan Papua atau daerah lainnya tentu berbeda.
Karena itu, lanjut dia, tak menjadi masalah bila bujet untuk MBG per porsi berbeda, asal bukan nilai gizinya yang berbeda. Sebelumnya, Wiranto juga menjelaskan uji coba MBG di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Solo, untuk mengetahui berbagai masalah mungkin muncul dalam pelaksanaan MBG.
Hal itu akan menjadi masukan bagi tim penyelenggara MBG di tingkat nasional. Dengan begitu, ketika nantinya MBG sudah diterapkan, tidak akan ada hambatan yang berarti.
“Dalam pelaksanaan uji coba [MBG] ini kami ingin melihat setiap daerah pasti berbeda kondisinya, karakternya. Sehingga dapat kami temukan nanti tingkat kesulitannya, hambatannya, dan bagaimana nanti kami mendapatkan standardisasi dari makan bergizi gratis ini,” ungkapnya.
Wiranto juga menekankan selain harga yang nantinya mungkin akan berbeda di tiap-tiap daerah, jenis makanannya pun kemungkinan akan berbeda pula. Wiranto mencontohkan di Papua, jika makanan pokoknya bukan nasi maka tidak akan dipaksakan anak-anak sekolah di sana untuk makan nasi.
"Bisa jadi papeda atau makanan lain yang merupakan khas dari daerah itu. Ini nanti jadi tugasnya pemerintah provinsi, kabupaten/kota, untuk mencari kekhasan masing-masing,” kata dia.
Sementara itu, saat ditanya terkait penggunaan bahan-bahan impor untuk MBG, Wiranto tak memungkiri tetap akan ada beberapa bahan impor. Salah satunya sapi perah yang diimpor dari berbagai negara seperti Australia, Mongolia, dan sebagainya.
“Sapi perah, misalnya, saat ini apa yang mau kita perah, gak ada sapinya. Sementara harus menambah impor dari luar negeri. Karena kebutuhan dalam negeri pun, tanpa makan bergizi gratis masih kurang,” ujarnya.