by Muh Khodiq Duhri - Espos.id Solopos - Selasa, 29 September 2020 - 09:01 WIB
Esposin, SRAGEN -- Akumulasi utang para pengrajin batik di Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen, selama dihantam pandemi Covid-19 mencapai angka yang fantastis yakni Rp3 miliar.
Persoalan utang itu diungkapkan salah satu pengusaha batik asal Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen, Sugiyamto. Sugiyamto mengakui dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis usaha batik sangat mengerikan.
Hal itu karena batik menjadi kebutuhan ke sekian yang terpinggirkan dari masyarakat. Masyarakat lebih memilih menunda belanja batik demi menjaga kebutuhan pangan tetap tercukupi.
Hari Ini Dalam Sejarah: 29 September 522, Darius Kuasai Persia
Hari Ini Dalam Sejarah: 29 September 522, Darius Kuasai Persia
“Karena pedagang yang disetori batik dari pengrajin itu tak bisa menjual barang, maka cek dan giro tidak bisa dicairkan. Tidak ada perputaran uang di sana. Para pengrajin ini sudah menagih pencairan cek dan giro itu kepada pedagang, tapi tidak bisa," ungkap dia, Senin (28/9/2020).
Dia menambahkan pihak bank pun mengizinkan penundaan pencairan cek dan giro itu selama 3-5 bulan.
Kacamata John Lennon Dilelang di London, Masih Ada Memorabilia Lain The Beatles
Karena cek dan giro tidak bisa dicairkan, para pengrajin kebingungan untuk menutup utang. Padahal, pencairan cek dan giro itu sedianya akan dipakai pengrajin untuk membayar bahan kain dan obat pewarna.
"Kebetulan pemilik usaha toko obat [pewarna kain] itu dekat rumah saya. Biasanya para pengrajin batik baik skala besar atau kecil ambil obat di sana. Pengrajin batik ini juga bayarnya pakai cek dan giro. Total tunggakan utangnya sampai Rp3 miliar," ucap Sugiyamto.
Peneliti China Sebut Radiasi Bulan 200 Kali Bumi, Apa Manfaatnya?
Karena menanggung banyak utang, kata Sugiyamto, para pengrajin batik rela menjual barang-barang berharga, termasuk tanah. Mereka juga menghentikan proses produksi karena batik yang sudah disetor kepada pedagang belum laku terjual.
"Sebelumnya para pengrajin memperkirakan pandemi akan terjadi selama 3-4 bulan. Ternyata, sampai sekarang malah berkelanjutan. Belum tahu sampai kapan akan berakhir," papar Sugiyamto.
10 Berita Terpopuler : ASN Sukoharjo Dilaporkan ke Bawaslu
Pada tiga bulan pertama, dampak terjadinya pandemi amat dirasakan para pengrajin batik. Sugiyamto mengakui omzet penjualan batik pada tiga bulan pertama turun drastis di angka 5-10% dari 100% penjualan sebelum terjadi pandemi.
"Sekarang omzetnya turun di angka 20% dari 100% penjualan sebelum pandemi. Itu lebih baik daripada tiga bulan pertama. Tapi, kini malah dihantam lagi oleh PSBB [pembatasan sosial berskala besar] di Jakarta," terang Sugiyamto.