by Indah Septiyaning Wardani - Espos.id Solopos - Minggu, 1 September 2024 - 09:27 WIB
Esposin, KARANGANYAR — Tobali Film menggandeng Skak Studio menggarap film drama komedi berjudul Cocote Tonggo. Film tersebut disutradarai Bayu Skak yang suksek dengan film Sekawan Limo yang masuk ditangga box office perfilman Tanah Air.
Sesuai namanya Cocote Tonggo dalam Bahasa Indonesia berarti cibiran tetangga ini menggambarkan kehidupan bersosial atau bertetangga yang tak akan jauh dengan omongan atau cibiran tetangga.
Mengambil latarbelakang warga Kota Solo, film ini bertempat lokasi syuting di kawasan Kampung Batik Laweyan, Lokananta hingga Colomadu, Karanganyar. Proses syuting Cocote Tonggo mulai digelar Minggu (1/9/2024) ini.
Pemilik Tobali Film yang juga pengusaha asal Colomadu, Karanganyar, Sahli Himawan mengaku bangga dengan garapan film perdananya. Dia pun berharap Cocote Tonggo mampu sesukses film-film garapan Bayu Skak sebelumnya. Di antaranya adalah Yowis Ben, Lara Ati, hingga Sekawan Limo.
Pemilik Tobali Film yang juga pengusaha asal Colomadu, Karanganyar, Sahli Himawan mengaku bangga dengan garapan film perdananya. Dia pun berharap Cocote Tonggo mampu sesukses film-film garapan Bayu Skak sebelumnya. Di antaranya adalah Yowis Ben, Lara Ati, hingga Sekawan Limo.
"Semoga Cocote Tonggo bisa menjadi film box office sama seperti Sekawan Limo kemarin," katanya saat Tasyakuran Film Cocote Tonggo, Sabtu (31/8/2024) malam.
Sahli mengatakan proses syuting perdana film Cocote Tonggo dimulai Minggu (1/9/2024). Pengambilan gambar akan berlangsung sampai 20 September 2024 mendatang dengan lokasi berada di Kota Solo. Dari Laweyan dan Lokananta, serta sebagian wilayah Kecamatan Colomadu, Karanganyar.
Sutradara Film Cocote Tonggo, Bayu Skak mengatakan film yang dikemas dalam bentuk humor ini menceritakan suami istri penjual jamu kesuburan di Kota Solo, akan tetapi justru mereka ini belum memiliki keturunan.
"Film ini menceritakan kehidupan sepasang suami istri yang tinggal di Kota Solo. Pasangan suami istri ini, merupakan penjual jamu kesuburan bagi pasangan yang ingin mempunyai anak. Meski menjual jamu kesuburan, namun keduanya tidak memiliki keturunan," kata Bayu Skak.
Kondisi ini membuat pasangan suami istri penjual jamu, menjadi bahan gunjingan tetangga. Untuk mempertahankan pamor toko jamu kesuburan yang dikelola secara turun temurun inilah, sepasang suami isteri ini, harus berpura-pura hamil dan mengakui anak yang mereka temukan, sebagai anak sendiri.
"Kehidupan bertetangga diberlatar warga Kota Solo ini, menjadi keseruan film Cocote Tonggo. Pasti akan ada cocote tonggo atau jadi bahan omongan tetangga, ini yang seru dan related dengan kehidupan bertetangga lalu kita bawa ke dalam film," ujarnya.
Bayu Skak mengatakan Cocote Tonggo mengambil latar kehidupan bertetangga di Kota Solo, termasuk dialognya berisi Bahasa Jawa khas Kota Bengawan. Bayu Skak mengatakan memiliki alasan kuat memilih Kota Solo sebagai latar cerita. Selain kekentalan budaya Jawa yang menjadi ciri khas, di antaranya dialek bahasanya hingga tradisi ramuan jamu kesuburan juga perkembangan Kota Solo yang makin berkembang beberapa tahun terakhir.
Bahasa Jawa Mataraman Solo disebutnya menjadi tantangan tersendiri bagi para aktor Cocote Tonggo. Apalagi bahasa di Solo berbeda dengan bahasa di Yogyakarta, Semarang atau bahkan di kota-kota Jawa Timur.
"Itulah tantangannya bagi kami, di sini [aktor] berasal dari berbagai daerah campuran, Jakarta, Semarang, Malang, Yogyakarta semuanya belajar dialek Solo. Tapi alur film komposisinya tetap 60 persen bahasa Jawa, 40 persen bahasa Indonesia," ucap sineas Yowis Ben tersebut.
Para pemain yang terlibat dalam film ini, di antaranya Marwoto, Yati Pesek, Tatang Gepeng, Dennis Adhiswara, Ayushita, Asri Welas, Bayu Skak, Sundari Soekotjo, Ika Diharjo, Devina Aurel, Maya Wulan, Putri Manjo, Furry Setya, Benedictus Siregar, Firza Falaza, Ellea Brilliana Arfura, Delano Daniel, dan Intan Soekotjo.
"Kita mengusung konsep lokadrama. Para pemain juga seluruhnya putera puteri daerah. Kami yakin, film ini nantinya akan mendapat tempat di hati masyarakat," katanya.
Dennis Adhiswara yang merupakan asli Malang, Jawa Timur, mengatakan film Cocote Tonggo ini menjadi tantangan tersendiri. Dia dituntut belajar bahasa Jawa Mataraman Solo.
"Menurut saya itu tantangan, saya biasa bahasa jawa timuran, tapi ini Solo," katanya
Sementara Ayushita yang besar di Jakarta juga harus menguasai bahasa Jawa dengan gaya Solo-nya.
"Beban ada banget, tapi semua tim saling bantu untuk menggunakan bahasa Jawa, pasti diusahakan fasih karena latar (film) ada di tanah kelahiran eyang-eyangku," kelakarnya.