by Nimatul Faizah - Espos.id Solopos - Kamis, 1 Februari 2024 - 13:48 WIB
Esposin, BOYOLALI -- Seorang anak perempuan asal Desa Kalinanas, Wonosamodro, Boyolali, meninggal dunia karena Demam Berdarah Dengue (DBD) pada awal Januari 2024. Anak tersebut diduga terlambat ditangani sehingga sampai mengalami dengue shock syndrome (DSS).
Merespons kasus tersebut, Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali meminta warga untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk mencegah DBD.
Berdasarkan data Dinkes Boyolali, anak perempuan yang meninggal tersebut berinisial PRH berusia 12 tahun. PRH sempat dirawat di RSUD Salatiga pada 7 Januari 2024 sebelum akhirnya meninggal dunia pada 12 Januari 2024.
Kepala Dinkes Boyolali, Puji Astuti, mengungkapkan PRH meninggal dunia karena Dengue Shock Syndrome (DSS) atau infeksi dengue yang ditandai gangguan sirkulasi darah pada orang yang terkena demam berdarah.
Kepala Dinkes Boyolali, Puji Astuti, mengungkapkan PRH meninggal dunia karena Dengue Shock Syndrome (DSS) atau infeksi dengue yang ditandai gangguan sirkulasi darah pada orang yang terkena demam berdarah.
Ia menduga gejala DBD yang dialami PRH tidak segera ditangani karena tidak segera diperiksakan ke layanan kesehatan sehingga menyebabkan terjadinya DSS.
“Terkait kasus DBD yang di Kalinanas sudah dilakukan penyuluhan, abatisasi selektif, PSN [pemberantasan sarang nyamuk], fogging fokus siklus pertama juga sudah pada 1-15 Januari 2024. Siklus kedua dilaksanakan 22 Januari, sampai sekarang tidak ada kasus tambahan di Kalinanas,” kata Puji saat ditemui Esposin di kantornya, Kamis (1/2/2024).
Kepala Dinkes Boyolali itu mengatakan telur nyamuk penyebab demam berdarah bisa bertahan lama. Telur yang menempel di dinding-dinding ketika tidak mendapat air tidak akan berubah menjadi jentik-jentik. Namun, ketika terkena air bisa muncul jentik-jentik nyamuk.
“Kami selalu mengajak masyarakat untuk ayo PHBS, jangan hanya njagakke [mengandalkan] fogging karena itu hanya mengusir nyamuk dewasa tapi tidak mematikan jentik-jentiknya. Makanya yang paling benar PHBS, lalu juga memakai kelambu [ketika tidur],” kata dia.
Ia menjelaskan saat pembersihan di Kalinanas, Dinkes Boyolali menemukan di legokan atau cekungan pelepah pisang terdapat banyak jentik-jentik nyamuk yang berpotensi menyebarkan virus demam berdarah.
“Padahal kalau di desa, apalagi di Kalinanas, Wonosamodro, itu penghasil pisang yang cukup lumayan. Artinya di situ banyak tempat dan daun [untuk tumbuh jentik-jentik nyamuk],” kata dia.
Ia mengatakan jentik-jentik nyamuk justru tidak hidup di tempat yang berbatasan dengan tanah seperti sungai. Namun, ia tumbuh di wadah yang tidak bersentuhan dengan tanah seperti pot, vas bunga, dan sebagainya.
Puji menjelaskan salah satu usaha Pemkab Boyolali untuk menurunkan kasus demam berdarah adalah dengan program satu rumah satu jumantik atau juru pemantau jentik-jentik. Masing-masing pemilik rumah akan memantau jentik-jentik di rumahnya.
“Intinya jika tidak ada jentik-jentik nyamuk, maka tidak ada nyamuk. Jika tidak ada nyamuk, tidak ada DBD,” kata dia.
Selain itu, Dinkes Boyolali juga meminta masyarakat tidak ragu meminta obat pembunuh jentik-jentik nyamuk atau Abate di Puskesmas terdekat. Abate diberikan secara gratis untuk masyarakat selama persediaan masih ada.
Puji menyoroti kebanyakan masyarakat yang masih salah saat mencampurkan obat Abate dengan air. Ia menceritakan terkadang masyarakat menyebarkan Abate dengan diwadahi padahal seharusnya tinggal disebar ke air.