by Tri Rahayu - Espos.id Solopos - Sabtu, 24 Juli 2021 - 14:08 WIB
Esposin, SRAGEN — Angka pernikahan usia anak di Sragen selama 2020 terbilang tinggi. Jumlahnya mencapai 374 pernikahan atau 5,17% dari total pernikahan di Sragen yang sebanyak 7.229.
Namun, jiak dibandingkan dengan 2019, angka perkawinan anak di bawah umur sebanyak 582 atau 7,15% dari total perkawinan sebanyak 8.145 perkawinan.
Data tersebut diungkapkan Fasilitator Forum Anak Sukowati (Forasi) Sragen, Dyah Nursari, saat dihubungi Esposin, Jumat (23/7/2021). Dyah menerangkan data tersebut dihimpun dari Kantor Urusan Agama (KUA) di 20 kecamatan yang kemudian dipilah dan dikelompokkan untuk usia anak, yakni 18 tahun ke bawah. Data tersebut sudah teregisterasi di KUA.
Baca Juga: Pernikahan Anak di Tengah Pandemi
Dyah sudah mengeluarkan data yang berumur 19 tahun meskipun dalam pernikahannya juga mendapatkan izin dispensasi dari Pengadilan Agama (PA) karena umur 19 tahun tidak masuk kategori anak.“Dari data tersebut menunjukkan tren pernikahan usia anak pada 2020 turun bila dibandingkan 2019. Tetapi masih menunjukkan angka yang tinggi. Hal itu masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi Pemkab Sragen karena hampir semua kecamatan ada kasus pernikahan usia anak,” ujar Dyah.
Baca Juga: Pernikahan Anak di Jateng Naik Dua Kali Lipat Selama Pandemi Covid-19
Selama 2020, Dyah membenarkan bila Kecamatan Jenar menjadi yang paling tinggi kasus penikahan anaknya. Ada 30 anak laki-laki dan 61 anak perempuan yang melakukan pernikahan dini. Dyah tidak mengetahui persis mengapa di Jenar tinggi angka pernikahan usia anaknya. Dia menyebut penyebab pernikahan usia anak itu bisa dipengaruhi tingkat pendidikan, ekonomi, dan budaya setempat.
Terpisah, Camat Jenar, Edi Widodo, menyampaikan ihwan pernikahan usia anak itu yang lebih tahu KUA. Edi menduga tingginya pernikahan usia anak di Jenar itu kemungkinan karena tingkat pendidikan anak yang relatif rendah. Selain itu ada juga faktor sosial ekonomi orang tua.
Baca Juga: Ironis, Ada 31 Kasus Pernikahan Anak di Sukoharjo Selama Semester I/2019
“Kalau adat tidak ada di Dawung. Yang terlihat itu karena faktor pergaulan. Orang tua juga lemah dalam pengawasan. Untuk pencegahannya harus dilakukan edukasi ke masyarakat lewat tokoh agama. Sosialisasi harus simultan dan dilakukan lintas desa,” katanya.
Ketua Forasi Sragen Muhammad Rizqi Ash-Shiddiq menyampaikan tingginya angka perwakinan usia anak juga menjadi poin dalam suara anak Bumi Sukowati. Dia mengatakan masa pandemi Covid-19 memberi kesempatan anak di rumah lebih banyak. Dia melihat hal itu menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Pernikahan Anak Bisa Memicu Kemiskinan Baru
“Kasusnya banyak karena suka sama suka, budaya, karena ekonomi dan seterusnya. Kami terus kampanye Ojo Kawin Bocah lewat media sosial. Kami ingin ada ketegasan dalam regulasinya,” katanya.