by Taufiq Sidik Prakoso Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Sabtu, 23 September 2017 - 11:30 WIB
Esposin, KLATEN – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, menilai fungsi Inspektorat selama ini tak berjalan. Hal itu menyusul banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan tersebut disampaikan Mendagri saat ditemui wartawan seusai menjadi inspektur upacara dalam apel bersama di Alun-alun Klaten, Jumat (22/9/2017) pagi. Tjahjo menuturkan seluruh aparatur serta perangkat pengawasan dan penindakan sudah dilakukan termasuk kerja sama dengan KPK.
Diaa menilai mental untuk tidak melakukan tindak korupsi kembali ke masing-masing kepala daerah.
Diaa menilai mental untuk tidak melakukan tindak korupsi kembali ke masing-masing kepala daerah.
“Kalau mengatakan [pengawasan] kurang, sekarang Mendagri berbeda dengan yang dulu. Bupati dan wali kota itu dipilih langsung oleh rakyat. Hubungan kami hubungan membuat kebijakan sehingga sinkron antara pusat dan daerah. Anggaran kami yang koreksi, itu saja. Sekarang harus kontrol 24 jam supaya jangan korupsi, mana bisa. Kembali ke pribadi masing-masing. Kalau disalahkan pembinaan, kurang apalah. KPK sudah ada kepolisian dan kejaksaan juga ada,” urai dia.
Tjahjo menyoroti tak jalannya fungsi Inspektorat di daerah. Tjahjo menjelaskan jika fungsi Inspektorat bisa maksimal, KPK tak perlu turun ke daerah.
Apel bersama diikuti ribuan aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa. Selama hampir 30 menit, Tjahjo menyampaikan pesan kepada ribuan ASN. Mulai dari ancaman radikalisme dan terorisme, narkoba, korupsi, hingga peningkatan potensi daerah.
Soal korupsi, ia mewanti-wanti lima potensi rawan korupsi. Potensi korupsi pertama yakni dalam perencanaan anggaran. Pembahasan anggaran antara Pemkab dan DPRD diminta transparan. Kejaksaan juga diminta ikut mengawasi untuk antisipasi terjadi potensi penyelewengan saat perencanaan anggaran.
Potensi rawan kedua yakni soal dana hibah dan bantuan sosial (bansos). Tjahjo menjelaskan pemberian dana hibah dan bansos tak masalah asal tepat sasaran dengan nilai yang sesuai. "Jangan dari pemerintah atas Rp1 juta sampai desa menjadi Rp200.000. Jangan mau diajak kongkalikong," kata dia.
Potensi rawan yang lain yakni soal retribusi dan pajak serta belanja barang dan jasa. Terakhir, ia menyampaikan potensi rawan lainnya yakni saat dilakukan promosi jabatan. "Hindari jual beli jabatan. Jangan sampai coba-coba," kata Tjahjo disambut tepuk tangan para ASN.
Tjahjo menuturkan kedatangannya saat apel bersama ASN sudah rutin dilakukan ke setiap daerah guna mengingatkan ASN memperbaiki pelayanan ke masyarakat. Kunjungan Tjahjo ke Klaten dilakukan selang dua hari majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang membacakan vonis kepada Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, yang diadili lantaran tersangkut kasus suap jabatan.
“Kalau dikait-kaitkan bisa saja. Untuk Klaten Yang sudah ya sudah. Sekarang menatap kedepan menumbuhkan mengembangkan Klaten makanya saya perlu ke sini,” ungkapnya.
Plt. Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengatakan kasus suap jabatan yang menjerat Sri Hartini menjadi pembelajaran agar kasus serupa tak terulang. Soal fungsi Inspektorat yang dinilai tak berjalan, Mulyani berjanji akan mengoptimalkan fungsi tersebut. “Ya besok akan lebih kami aktifkan lagi,” katanya.