Langganan

Sejarah Kethek Ogleng, Tarian Rakyat dengan Gerakan Unik Ciptaan Wong Wonogiri - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Suharsih Fadila Alfiani Arifin  - Espos.id Solopos  -  Jumat, 21 Juli 2023 - 11:35 WIB

ESPOS.ID - Tarian Kethek Ogleng Wonogiri. (Istimewa/Senipedia)

Esposin, WONOGIRI -- Tari Kethek Ogleng yang merupakan tarian rakyat khas perdesaan telah menjadi ikon seni dan budaya Wonogiri sejak 1967. Konon tarian tersebut dicipatakan oleh warga Wonogiri dan kemudian berkembang sampai ke daerah sekitar seperti Pacitan di Jawa Timur dan Gunungkidul, DIY.

Tari Kethek Ogleng biasanya dipentaskan saat masyarakat selesai melakukan panen atau pada momen kegembiraan lainnya. Tarian sangat digemari oleh masyarakat sehingga menjadi cepat terkenal.

Advertisement

Dilansir wonogirikab.go.id, tarian tersebut diciptakan oleh Darjino yang kemudian gerakannya disempurnakan oleh Suwiryo. Setelah Suwiryo meninggal, tarian ini terus dilestarikan dan dipertahankan oleh Sukijo hingga akhirnya menjadi ikon Kabupaten Wonogiri.

Tarian ini terinspirasi dari cerita Panji yang di dalamnya terdapat kisah tentang monyet (kethek). Laman kebudayaan.kemdikbud.go.id menyebutkan masyarakat Kabupaten Wonogiri memanfaatkan Tari Kethek Ogleng ini sebagai kesenian rakyat pascapanen.

Advertisement

Tarian ini terinspirasi dari cerita Panji yang di dalamnya terdapat kisah tentang monyet (kethek). Laman kebudayaan.kemdikbud.go.id menyebutkan masyarakat Kabupaten Wonogiri memanfaatkan Tari Kethek Ogleng ini sebagai kesenian rakyat pascapanen.

Selain itu juga untuk hiburan pada pesta hajatan, khitanan, serta nazar setelah sembuh dari penyakit atau saat keinginannya tercapai. Sajian pertunjukan tarian ini berupa atraksi-atraksi sejumlah penari berkostum kera yang dibawakan disesuaikan dengan keinginan pemesan.

Kostum yang digunakan para penari menyerupai kostum tokoh Anoman dalam cerita Ramayana, namun bedanya kostum penari Kethek Ogleng tidak melulu berwarna putih. Tarian ini juga terkenal di daerah luar Kabupaten Wonogiri seperti daerah Kediri, Pacitan, dan Gunungidul.

Advertisement

Kesenian tradisional kethek ogleng tengah tampil pada peresmian saluran air bersih di Gendayakan, Wonogiri, April 2022. (Istimewa/Prokopim Setda Wonogiri)

Kecamatan itu diantaranya Nguntoronandi, Wonogiri, Ngadirojo, Slogohimo, Jatisrono, Sidoharjo, Kismantoro, dan Tirtomoyo. Tari Kethek Ogleng asli Wonogiri ini juga sudah ditetapkan warisan budaya oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi pada 2018 dengan nomor registrasi 201800728 dan domain pertunjukan.

Tidak Memiliki Gerakan Baku

Menurut penjelasan di laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Kethek Ogleng berasal dari kata kethek yang berarti kera dan ogleng yang merupakan kata lain dari sarum demung (sarum besar). Yang unik dari tarian Kethek Ogleng ini yakni tidak memiliki gerakan khusus yang dibakukan.

Pemainnya harus menirukan gerakan-gerakan seekor kera atau kethek. Gerakan tidak kaku dan sangat atraktif dan akrobatik. Dalam sebuah sesi si penari kethek ogleng melakukan interaksi dengan para penonton dengan cara mengajak menari dan bercanda.

Advertisement

Ketika si penari melakukan gerakannya diiringi oleh iringan Gendhing Gancaran Pancer, salah satu vokabuler gendhing Jawa yang dari kejauhan terdengar seperdi bunyi ogleng. Tidak diketahui secara pasti kapan tarian itu mulai ada.

Namun tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan Tari Kethek Ogleng ini adalah Samijo, asal Desa Tempursari, Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri. Samijo merupakan penari kethek ogleng dan banyak mengajari penari-penari selanjutnya.

Dalam pementasan kethek ogleng, para pemain mengisahkan tentang kisah cinta Dewi Sekartaji dari Kerajaan Jenggala dan Raden Gunung Sari atau Panji Asmoro Bangun dari Kerajaan Kediri.

Advertisement

Pada saat Dewi Sekartaji mendengar akan dijodohkan dengan pangeran dari kerajaan lain secara diam-diam melarikan diri dan menyamar sebagai Endang Rara Tompe. Panji Asmara Bangun yang mendengar sang kekasih melarikan diri memutuskan segera mencari Dewi Sekartaji dan menyamar sebagai kethek.

Di perjalanan, Panji Asmara Bangun singgah di rumah pendeta dan mendapat wasiat untuk berjalan ke arah barat. Pada akhirnya kedua orang tersebut bertemu di suatu daerah, namun tidak saling mengenal. Akhirnya mereka berdua menjadi sahabat yang baik dan saling membuka identitas masing-masing hingga kemudian sepakat kembali ke Jenggala untuk melangsungkan pernikahan.

Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif