by Kurniawan - Espos.id Solopos - Minggu, 21 Maret 2021 - 17:28 WIB
Esposin, SOLO -- Seperti halnya prostitusi, aktivitas perjudian di Kota Solo juga sudah ada sejak zaman kerajaan. Dalam perkembangannya judi kemudian menjadi semacam budaya atau adat istiadat.
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Jogja asal Solo, Heri Priyatmoko, saat wawancara dengan Esposin, Minggu (21/3/2021), menuturkan aktivitas perjudian baik sekadar untuk hiburan atau mata pencaharian dikenal berbagai komunitas sosial Solo.
Ia menceritakan banyak novel dengan latar belakang sejarah Solo yang menggambarkan aktivitas perjudian dengan melibatkan berbagai kelompok. Mulai dari golongan priyayi, warga Tionghoa, masyarakat kecil di pinggir kota, hingga warga dari desa terlibat dalam aktivitas itu.
Baca Juga: Jadi Kawasan Industri, Segini Harga Tanah Di Wonogiri Selatan
Baca Juga: Jadi Kawasan Industri, Segini Harga Tanah Di Wonogiri Selatan
“Iya [judi menjadi semacam budaya warga Solo], kuat banget. Apalagi Solo adalah kota kerajaan yang notabene uangnya melimpah,” ujarnya.
Biasanya, Heri mengatakan aktivitas perjudian kalangan priyayi Kota Solo dilakukan sebagai bentuk hiburan mereka. Berkumpul sembari melakukan aktivitas judi membuat mereka senang dan semakin mempererat ikatan komunitas.
Misalnya pada aktivitas warga yang sedang punya gawe atau hajatan. Dengan berjudi warga yang berkumpul menjadi kian kuat untuk tetap terjaga atau melek. “Judi ini hadir di ruang sosial seperti gedung societiet dan orang punya gawe. Judi untuk cagak lek pada malam hari,” urainya.
Baca Juga: Jual Pentol Goreng, Ibu Rumah Tangga di Madiun Ini Raup Rp4 Juta/Hari
Penuturan senada disampaikan eks pelaku perjudian Kota Solo berinisial AW, 56. Seingatnya, aktivitas judi sudah marak sejak sebelum dirinya lahir. Saat ia tumbuh remaja dan dewasa pun aktivitas perjudian masih marak di lingkungan tempat tinggalnya.
AW juga ingat aktivitas perjudian jamak dilakukan masyarakat umum di kampung-kampung oleh angkatan pendahulunya. Judi tersebut beraneka ragam mulai dari jenis gaple, kiu-kiu, jembrek, gonggong, jemeh, remi, dadu, serta puteran atau roullet.
Baca Juga: Lebih Menguntungkan, Warga Wonogiri Tanam Cabai Sendiri
“Di setiap kampung pasti ada, sudah menjadi semacam tradisi masyarakat atau adat kebiasaan,” tuturnya. Saking ramainya aktivitas perjudian di Solo, menurut AW, kota ini dulu menjadi pusat atau trend setter perjudian bagi masyarakat luar kota.
Kini, aktivitas perjudian menjadi penyakit masyarakat (pekat) dan masuk kategori perbuatan pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303.
Pelaku perjudian berdasarkan Pasal 303 KUHP bisa kena hukuman kurungan selama empat tahun atau denda Rp10 juta. Pelarangan aktivitas judi salah satunya karena kerap disalahgunakan sebagai sumber penghasilan dengan mempertaruhkan harta demi memperoleh keuntungan.