by Fadila Alfiani Arifin - Espos.id Solopos - Minggu, 6 Agustus 2023 - 14:39 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Masyarakat Desa Mojoreno, Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri, mengenal Badut, seni teater tradisional yang berasal dari desa tersebut dan sudah bertahan selama ratusan tahun.
Kesenian tradisional itu merupakan warisan dari leluhur sebelumnya dan generasi berikutnya terus melestarikannya agar tidak hilang dan generasi yang akan datang tetap dapat menikmati kesenian tradisional tersebut.
Kesenian Badut Wonogiri yang berasal dari Desa Mojoreno ini berbentuk seperti kesenian teater tradisional atau ketoprak. Pertunjukan kesenian ini memiliki beberapa unsur seperti tarian, nyanyian, dan dialog.
Dari pengamatan Esposin di beberapa kanal Youtube seperti Krida Mojoreno dan Kebudayaan Wonogiri channel, sejarah asal muasal seni Badut ini bisa ditelusur ke masa perjuangan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa saat berjuang melawan tentara Belanda.
Dari pengamatan Esposin di beberapa kanal Youtube seperti Krida Mojoreno dan Kebudayaan Wonogiri channel, sejarah asal muasal seni Badut ini bisa ditelusur ke masa perjuangan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa saat berjuang melawan tentara Belanda.
Dari catatan Esposin, Pangeran Sambernyawa hidup di abad ke-18 tepatnya lahir pada 1725 hingga wafat pada 1795. Artinya kesenian Badut Wonogiri sudah ada dan bertahan sejak ratusan tahun lalu.
Seorang narasumber bernama Endarto, dalam video yang diunggah di kanal Youtube Kebudayaan Wonogiri channel menceritakan dulu pada masa penjajahan, Raden Mas Said dikejar-kejar oleh tentara Belanda.
Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Raden Mas Said ingin membuat sesuatu. Salah seorang pengikutnya yang bernama Guno Sumadyo kala itu menawarkan idenya untuk menampilkan tarian bersama dengan kelompoknya.
Usulan itu disetujui oleh Raden Mas Said. Maka dipentaskanlah tarian yang benar-benar dapat menghibur Raden Mas Said dengan gerakan-gerakannya yang lucu. Kesenian yang pertama ditampilkan di Wonogiri ini kemudian diberi nama seni Badut karena gerak tariannya lucu itu serta dapat menghibur siapa saja yang melihat.
Wajah para penari dirias dengan coret-coretan tak beraturan untuk menambahkan kesan lucu. Salah seorang narasumber, Eko Sunarsono, dalam video yang sama menyampaikan kesenian Badut merupakan bagian dari seni pertunjukan tayub.
Pada zaman dahulu ada dua jenis tayub yaitu tayub yang lokasinya menetap dan tayub yang berkeliling ke desa-desa. Tayub keliling akan berkeliling ke desa-desa pada masa setelah panen.
Mereka akan memasuki desa kemudian mulai membunyikan alat musik agar menarik perhatian warga. Setelah banyak warga berkumpul, akan ditampilkan hiburan pembuka yaitu tari Kethek Ogleng dan tari Badut.
Dalam menampilkan tari Badut sesuai tradisi di Wonogiri diperlukan sesaji berupa pisang dan tumpeng agar pertunjukan dapat berjalan lancar. Dilansir kanal Youtube Krida Mojoreno, kesenian Badut masih terus diajarkan kepada generasi muda. Salah satunya melalui Sanggar Pakarti Desa Mojoreno.
Di sanggar ini para murid diajari menari Badut oleh seorang guru bernama Endarto yang merupakan keturunan Guno Sumadyo, pengikut Raden Mas Said yang mengusulkan adanya tarian tersebut.
Beberapa cara diterapkan agar kesenian ini tidak punah yaitu mengajarkan langsung kepada generasi muda dan dengan mengajak anak-anak berkumpul dan berdialog di taman baca untuk menjalin keakraban satu sama lain.
Dalam dialog itu, anak-anak muda bisa belajar berkomunikasi dalam bahasa Jawa dan anak-anak dibiarkan bergaul dengan generasi di atasnya untuk menambah asupan lelucon saat menampilkan tarian Badut. Anak-anak juga diajari silat supaya melatih mental mereka.