by Kaled Hasby Ashshidiqy - Espos.id Solopos - Selasa, 29 Maret 2022 - 14:30 WIB
Esposin, SRAGEN — Makam Sultan Hadiwijaya, atau lebih dikenal dengan nama Joko Tingkir, di Dusun Butuh, Gedongan, Kecamatan Plupuh menjadi salah satu destinasi wisata religi yang paling banyak dikunjungi di Sragen. Lokasinya berjarak sekitar 16 km dari pusat kota Sragen.
Di halaman kompleks makam ini juga ada dua batang kayu tua yang disebut-sebut bagian dari perahu Joko Tingkir saat menyusuri Bengawan Solo menuju Dusun Butuh. Sempalan gethek itu berupa belahan kayu jati sepanjang sekitar dua meter.
Di kompleks pemakaman Butuh terdapat lebih dari 20 pusara yang dikelilingi tembok. Sembilan pusara di antaranya berada di dalam cungkup. Pusara Joko Tingkir, penguasa Keraton Pajang (1550-1582), berada di tengah cungkup itu.
Baca Juga: Digelar Hari Ini, Haul Joko Tingkir Diisi Selawatan di Keraton Pajang Sukoharjo
Baca Juga: Digelar Hari Ini, Haul Joko Tingkir Diisi Selawatan di Keraton Pajang Sukoharjo
Jaka Tingkir merupakan putra dari Ki Ageng Kebo Kenanga dari pernikahannya dengan Roro Alit putri Sunan Lawu. Nama kecilnya adalah Mas Karebet. Ki Ageng Kebo Kenanga merupakan Adipati Pengging II (Boyolali hingga Salatiga) menggantikan ayahandanya Ki Ageng Handayaningrat (Pengging I). Sementara Sunan Lawu adalah putra dari Prabu Brawijaya V.
Mengutip artikel di visitjawatengah.regionalprov.go.id, begitu dewasa Jaka Tingkir diperintahkan supaya mengabdi. Bersama tiga sahabatnya, ia lantas pergi ke Demak melalui Bengawan Solo menggunakan gethek.
Sepeninggal Sultan Trenggono situasi Demak memanas. Jalan Adipati Hadiwijaya menjadi Raja Demak dihalangi oleh kerabat yang masih satu keturunan anak cucu Prabu Brawijaya V Majapahit (Mojokerto)-Singasari (Malang). Joko Tingkir memilih mengalah.
Baca Juga: WISATA SOLO : Begini Penampilan Putra PB XIII sebagai Joko Tingkir di Pekan Syawalan TSTJ
Makam Joko Tingkir banyak diziarahi warga terutama pada malam Jumat. Kebanyaka peziarah yang datang dari luar Sragen.
Makam lain yang berada di kompleks permakaman ini adalah istri Kiai Ageng Butuh, adik Joko Tingkir yaitu Pangeran Tejowulan, dan putra raja Pajang Pangeran Benowo. Meski menjadi objek wisata religi. Makam ini tidak dikelola oleh Pemkab Sragen. Ada juru kunci yang mengelolanya.
Permakaman butuh merupakan satu dari beberapa permakaman yang diziarahi oleh Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Sragen. Ziarah ke makam-makam leluhur itu sudah menjadi agenda rutin saat memperingati Hari Jadi Kabupaten Sragen.
Baca Juga: Pesona Wisata Desa Krebet di Masaran Sragen, Tempat Singgah Jaka Tingkir
“Bangsa yang besar adalah bangsa yg menghargai para pendahulunya. Bangsa yang besar tidak akan melupakan sejarah. Oleh karenanya, kami datang berziarah untuk mendoakan para pendiri Sragen,” terang Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, beberapa waktu lalu.
Salah satu peninggalannya adalah Masjid Butuh. Di masjid tertera angka Arab 1852. Banyak yang meyakini masjid itu sudah ada jauh sebelum tahun yang tertera. Bila melihat masanya sezaman dengan kerajaan Demak, kemungkinan saat itu hanya berupa surau. Kemudian beberapa kali dipugar terutama pada masa sinuhun PB X terakhir kali pada tahun 2005. Masjid itu telah diresmikan sebagai cagar budaya oleh Pemkab Sragen pada 2018.