Langganan

Membahas Isu Lingkungan Lewat Layar Animasi Anak - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Dhima Wahyu Sejati  - Espos.id Solopos  -  Senin, 10 Juni 2024 - 12:39 WIB

ESPOS.ID - Para pekerja atau animator sedang beraktivitas di Studio Manimonki di Jl. Satrio Wibowo Sel. No. 39A, Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, belum lama ini. (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Esposin, SOLO--Perempuan cilik lucu nan cerdas bernama Timas sedang menghadapi masalah. Timas harus menghadapi monster berwujud buto ijo yang muncul setelah terkubur ribuan tahun. Kemunculan monster dipicu oleh kerusakan lingkungan.

Timas merupakan anak keturunan Timun Mas yang hidup di masa modern. Di usia yang masih sangat belia dia sudah bisa merakit robot. Termasuk ketika dirinya mengikuti lomba sains yang mendorong dirinya membuat empat robot.

Advertisement

Masalah muncul ketika monster bernama Tojo, akronim dari Buto Ijo, bangkit kembali setelah ribuan tahun terkubur. Tojo bangkit lantaran penjaranya terbuka akibat dari kerusakan lingkungan.

Ketika berhasil bangkit, Tojo ingin mendapatkan kekuatannya kembali dengan menyerap kekuatan alam untuk mengembalikan daya hidupnya.

Tojo bangkit karena ingin memusnahkan umat manusia dengan terlebih dahulu merusak lingkungan sekitarnya untuk mendapatkan sumber kekuatan dari alam.

Advertisement

Tujuan Tojo justru adalah menyelamatkan bumi, tempat dia terkubur ribuan tahun, dari kerusakan akibat ulah manusia. Namun cara Tojo menyelamatkan bumi ternyata salah dan malah merusak keseimbangan alam.

Di situ lah Timas ingin menyelamatkan orang-orang dari ancaman Tojo. Timas mendapatkan kekuatan setelah empat elemen amulet yang telah menjaga keluarga Timas selama ribuan tahun merasuki robot-robot miliknya.

Empat robot milik Timas itu berubah menjadi Satria Bumi, Satria Tirta, Satria Bayu, dan Satria Geni. Masing-masing mewakili empat elemen alam yakni bumi, air, angin, dan api.

Rupanya empat elemen tersebut bangkit karena kekuatan purba yang telah terkubur ribuan tahun. Lagi-lagi kekuatan itu bangkit karena bumi tempatnya terkubur rusak akibat ulah manusia.

Advertisement

Namun tidak seperti Tojo, Timas ingin melindungi umat manusia dan lingkungan agar tercipta keseimbangan sehingga alam bisa terjaga. Dari situ terjadilah pertarungan seru Timas melawan Tojo dimulai.

Begitulah cara Studio Manimonki mengemas isu lingkungan dan dongeng turun-temurun dengan gaya yang lebih kekinian. Film animasi anak tersebut merupakan bagian dari Project Semesta yang sedang dikerjakan oleh studio animasi dari Kota Solo itu. Berangkat dari Budaya Jawa

Pendiri Studio Manimonki yang juga sutradara sekaligus penulis naskah, Yudhatama Fajar Nugroho mengatakan ide awal cerita itu diambil dari legenda rakyat Timun Mas. Namun, pria yang akrab disapa Yudha itu menyesuaikan ceritanya dengan latar kekinian dan modern.

Yudha juga mengangkat cerita yang agak berbeda dari dongeng yang biasa orang-orang ketahui tentang Timun Mas. Menurutnya, cerita legenda rakyat dari Jawa itu sebetulnya lebih bercerita tentang lingkungan hidup, di mana si raksasa atau buto ingin merusak keseimbangan alam, dan keluarga Timun Mas justru ingin melindungi alam agar tidak rusak.

Advertisement

Yudha juga terinspirasi dari filosofi Jawa tentang sedulur papat lima pancer yang tertulis di Suluk Kidung Kawedhar karya Sunan Kalijaga.

Sedulur papat (empat saudara) itu adalah teman saat terlahir sebagai bayi, yakni air ketuban (kakang kawah/air ketuban sebagai kakak), adhi ari-ari (ari-ari sebagai adik), darah, dan tali pusar. Sedangkan lima pancer adalah si jabang bayi itu sendiri.

“Tapi kami interpretasikan sendiri, maksudnya, si sedulur papat ini menjadi empat elemental bumi, ari, angin, sama api. Elemen kelima manusia itu sendiri. Jadi kalau mau seimbang manusia harus sesuai selaras dengan itu. Jadi yang menjaga lingkungan bukan hanya empat elemen, tapi juga manusia itu sendiri,” kata dia.

Mengangkat Isu Lingkungan

Yudha sengaja mengangkat isu lingkungan ke dalam karyanya lantaran pengalaman masa kecilnya. Menurutnya ketika dia masih kecil banyak serial animasi yang mengangkat tentang lingkungan, sedangkan sekarang, Yudha merasa sudah jarang.

“Misalnya pada waktu kecil ada kartun Captain Planet yang secara spesifik ngomong soal lingkungan, bahkan Kura-Kura Ninja beberapa episodenya ada. Cuma yang sekarang itu sepertinya kurang,” kata dia.

Advertisement

Padahal menurutnya anak-anak bisa menangkap isu lingkungan. Hanya saja tidak banyak yang mau mengangkat isu lingkungan ke dalam cerita. Maka Yudha ingin setidaknya mengisi kekosongan itu dengan memproduksi sendiri.

Lantaran mengangkat isu yang cukup berat untuk anak-anak, yakni lingkungan, Yudha ingin mengemasnya dengan cara yang santai dan lucu tapi tetap seru. Maka dia memilih film animasi anak yang dia produksi itu mengambil genre comedy-action.

“Kami maunya bikin seringan mungkin dengan komedi, kami juga tidak ingin menggurui, tapi pesannya bisa sampai bahwa, ini loh, kenapa si butonya bisa bangkit, karena tempatnya disegel dan dikubur itu rusak, karena pohon-pohonnya ditebangi dan ada pencemaran lingkungan,” kata dia.

Yudha hanya ingin memantik kesadaran anak-anak tentang pentingnya keseimbangan alam, termasuk si anak itu sendiri sebagai penjaganya. Lewat kemasan yang ringan dan lucu, dia berharap anak-anak bisa suka dengan animasi yang sedang diproduksi ini.

“Kalau mereka [anak-anak] bisa senang dengan animasinya, pesan yang terkandung diharapkan bisa masuk ke diri anak-anak dan bisa dibawa sampai besar. Sehingga ketika dewasa paling tidak ada pemantik sedikit untuk peduli terhadap lingkungan,” kata dia.

Yudha mengatakan saat ini masih mengembangkan Project Semesta itu. Dia bersama tim masih “menggoreng” naskah. Meski sudah ada premis cerita, kemungkinan detail ceritanya akan lebih dipertajam.

Advertisement

Setelah naskah cerita sudah final, barulah visualisasi karakternya disempurnakan agar lebih menarik. Pengerjaan diperkirakan akan selesai pada Oktober 2024.

Intellectual Property (IP)

Project Semesta merupakan salah satu dari intellectual property (IP) yang dimiliki oleh Studio Manimonki. Setidaknya rumah produksi itu sudah memiliki beberapa IP seperti serial animasi Yuta dan Jataka. Menurut Yudha IP adalah jantung bagi industri kreatif termasuk animasi.

“IP bagian dari investasi. Nantinya, harusnya [studio animasi] bergantungnya [hidup] kepada IP. Tapi di Indonesia yang bener-bener bisa hidup dari IP belum ada. Mungkin karena memang investasi di IP itu lumayan gambling, kita tidak tahu mana yang bakal berhasil,” kata dia.

Lantaran risiko investasi IP serial animasi cukup tinggi, maka terkadang para investor cenderung menghindar. Sehingga tidak jarang studio animasi di Indonesia kesulitan mengembangkan karakter animasi buatan mereka sendiri.

Project Semesta yang sedang dikembangkan oleh Studio Manimonki tadi merupakan salah satu dari lima proposal yang lolos kurasi Open Call Layar Animasi Anak Indonesiana.TV yang diselenggarakan Balai Media Kebudayaan, Kemendikbudristek.

“Studio animasi kan kadang susah untuk mengembangkan IP. Nah, ini kebetulan ada wadahnya [Indonesiana.TV]. Ini merupakan dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan IP kita sendiri,” kata Yudha.

Nantinya hasil produksi dari Studio Manimonki tayang di kanal siaran dan laman Indonesia.TV. Yudha berencana untuk terus mengembangkan cerita Timas sampai beberapa episode ke depan.

“Episode pertama didanai dari Balai Media Kebudayaan. Na untuk episode setelahnya misal nanti ada investor akan kami kembangkan lagi sampai beberapa episode. Tapi kami belum tahu juga akan berapa episode, intinya ini masih sangat awal, jadi semuanya akan mungkin terus berkembang,” kata dia.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif