by Bayu Jatmiko Adi - Espos.id Solopos - Senin, 29 Juni 2020 - 11:45 WIB
Esposin, SOLO -- Lebih dari seribu pohon pisang cavendish tumbuh subur di lahan sekitar dua hektare di tanah perkebunan di Desa Kunti, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Pisang-pisang itu sedang dalam proses untuk diekspor ke Jepang.
Pohon pisang cavendish di lahan tersebut rata-rata sudah tumbuh dengan tinggi sekitar dua meter. Beberapa di antaranya juga sudah berbuah. Bahkan tanaman yang baru ditanam lima bulan lalu itu sudah memiliki tunas yang banyak.
Tundun pisang dibungkus plastik transparan. Di setiap sela buahnya disumpal lembaran busa warna putih.
Cara Sederhana Agar Tetap Sehat Hadapi New Normal
Cara Sederhana Agar Tetap Sehat Hadapi New Normal
"Ini sudah berbuah, hanya lima bulan sudah berbuah. Tunasnya ini sebagian sudah kami ambil, tapi masih tumbuh banyak. Padahal di sini merupakan tanah kering. Kami ingin membuktikan bahwa dengan pengelolaan yang benar, tanah yang kering pun bisa diberdayakan," tutur Pri Kuntadi, penanggung jawab kebun pisang Desa Kunti tersebut, saat ditemui Esposin di Kunti, Minggu (28/6/2020).
Hari itu kebun pisang yang dikelolanya sedang dikunjungi banyak orang, termasuk dari kalangan akademisi dan perwakilan Yayasan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (YP3N) Jogja.
Solopos Hari Ini: Bus BST Gratis hingga Desember
"Kami sudah mencoba mencari pasar internasional. Ternyata negara yang pertama menyambut adalah Jepang. Jepang butuh enam juta ton per tahun. Kami ambil realistis saja, yakni 5% saja. Komunikasi sudah terjalin dengan Jepang," lanjut dia.
Namun, untuk mencukupi permintaan itu perlu produksi yang cukup. Untuk itu, ke depan pihaknya membuka diri untuk daerah lain yang ingin mengembangkan pisang cavendish.
Asyik! Naik Bus BST di Solo Gratis Mulai Juli Hingga Akhir Tahun
"Di Kendal disiapkan 150 hektare, di Bantul sekitar 200 hektare. Apakah hanya cavendish, tentu tidak. Semua pisang akan kami garap. Kami menggandeng dari YP3N untuk inkubator," kata dia.
Menurut Kunto, pengembangan pertanian pisang ini akan menggunakan pola inti plasma. Sedangkan Desa Kunti menjadi embrionya. Dipilihnya Kunti karena untuk membuktikan jika tanah tidak produktif pun bisa dimanfaatkan untuk budi daya.
Untuk pengelolaan tanamannya, Kunto lebih menekankan konsep alami. "Pupuk kami siapkan sendiri dari kotoran hewan. Pengairan, dari desa sudah menyiapkan dua sumur sekitar tiga liter per detik. Jadi memang kecil, air kami hemat. Nantinya akan manfaatkan irigasi tetes," kata dia.