Langganan

Kisah Hidup Nunggal, Legenda Preman di Solo yang Disegani Kawan dan Lawan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Kurniawan  - Espos.id Solopos  -  Senin, 13 Mei 2024 - 10:32 WIB

ESPOS.ID - Pendiri dan pimpinan Gondhez’s, Nunggal di Kepatihan Wetan, Jebres, Solo, Sabtu (15/8/2020) siang. (Solopos/Kurniawan)

Esposin, SOLO–Pendiri kelompok masyarakat Gondhez’s atau GDZPanunggal atau Nunggal, meninggal dunia, Minggu (12/5/2024) sekitar pukul 16.10 WIB, di Rumah Sakit (RS) Brayat Minulya Solo. Jenazah akan dimakamkan di TPU Purwoloyo Solo, Senin (13/5/2024), pukul 13.00 WIB.

Berdasarkan kabar lelayu yang diperoleh Esposin, jenazah Nunggal rencananya diberangkatkan dari rumah duka di Perumahan Solo Bunga 2 Residence Kedungtungkul, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres. Nunggal yang meninggal dunia di usia 57 tahun meninggalkan seorang istri, Bertila Sri Catur Ganawati, dan tiga anak.

Advertisement

Selain itu, almarhum Nunggal juga meninggalkan empat cucu. Melalui lelayu tersebut, pihak keluarga menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak apabila selama hidupnya, Nunggal berbuat salah.

Esposin sempat mewawancarai Nunggal pada 2020. Saat itu, dia bercerita sudah meninggalkan dunia hitam yang pernah membesarkan namanya. Nunggal tinggal di Mojosongo Solo dan banyak menghabiskan waktu momong cucu.

Di masa mudanya, sosok Nunggal dikenal sebagai preman paling ditakuti di Kota Solo. Nunggal muda yang bertubuh gempal adalah pimpinan kelompok bernama Gondhez’s (GDZ’s). Kelompok ini beranggotakan ribuan orang dari Solo, Karanganyar, dan sekitarnya.

Advertisement

Sebagaimana dikutip dari pemberitaan Esposin pada Agustus 2020 lalu, perjalanan GDZ’s dimulai tahun 1984, kala itu Nunggal yang keluar dari sekolah menengah atas (SMA) di Jakarta, kembali ke tanah kelahirannya, di Solo. Tidak butuh waktu lama bagi dia untuk mempunyai banyak teman.

Teman-teman Nunggal kala itu berasal dari sejumlah sekolah menengah atas (SMA) seperti SMAN 1 Solo, SMAN 2 Solo, SMAN 5 Solo, SMAN 6 Solo, dan beberapa sekolah lain. Mereka lantas mendirikan GDZ’s tahun 1984 sekitar bulan April-Mei.

Nunggal saat berbincang dengan Esposin, Sabtu (15/8/2020), menuturkan anggota geng ini terus bertambah. Banyak anak muda Solo dan sekitarnya yang lantas menyatakan bergabung dan aktif dalam berbagai kegiatan GDZ’s seperti menongkrong atau touring menggunakan motor.

Saat touring ke Pantai Parangtritis atau Tawangmangu, jumlah iring-iringan sepeda motor mereka mencapai seratusan lebih.

Advertisement

"Kasarannya, orang menyebut kami geng sepeda motor lah. Kami sering jalan-jalan ke Tawangmangu dan Parangtritis. Tidak hanya 10 orang pendiri, tapi ratusan motor, bareng-bareng. Saat itu anggota kami bertambah terus. Banyak sekali. Setiap hari Minggu pasti keluar Solo ramai-ramai pakai motor, sekadar jalan-jalan," imbuh dia.

Nunggal yang merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara mengungkapkan dirinya tipikal pemimpin yang tidak asal main perintah. Dia selalu membersamai teman-teman dan anggotanya dalam setiap aksi, baik sekadar touring atau perkelahian.

Dia mengaku sudah tidak ingat lagi berapa pertarungan fisik yang pernah dilakoni selama memimpin GDZ’s. Namun karena postur tubuhnya yang kekar, pria kelahiran Solo, 6 Juli 1967 itu selalu berhasil memenangi pertarungan itu, baik tangan kosong atau dengan senjata.

Sepak terjang Nunggal dan kawan-kawan (dkk) kala itu membuat lawan-lawannya segan. Apalagi Nunggal memiliki puluhan orang kepercayaan yang dia sebut sebagai "panglima tempur” dan selalu siap pasang badan.

Advertisement

Terlebih orang-orang kepercayaan yang dia sebut sebagai panglima itu juga mempunyai “pasukan” yang loyal dan militan. Mereka rela memberikan segenap jiwa dan raga untuk menjaga harga diri kelompok maupun tokoh-tokoh yang mereka diikuti.

Namun menariknya, Nunggal tak pernah sekali pun belajar bela diri. Dia belajar secara autodidak dari perkelahian-perkelahian yang dijalani. Naluri, mental dan kemampuan berkelahi dia terus terasah dari satu pertarungan ke pertarungan yang lain. Kebetulan sejak remaja Nunggal sudah sering berkelahi.

“Saat berkelahi saya lihat lawan. Dia bawa senjata atau tidak. Kalau dia bawa senjata, saya pakai senjata juga. Kalau dia tangan kosong ya saya juga harus tangan kosong,” terang dia saat itu.

Di usia senja, Nunggal si preman yang paling disegani di Solo ini mengaku menikmati perannya sebagai seorang kakek.

Advertisement

Selain momong cucu, Nunggal juga mengisi waktunya dengan berjualan burung. Terkadang dia ikut lomba burung di Soloraya. Setiap hari dia bangun pagi untuk membersihkan dan memberi makan burung-burungnya.

Nunggal telah meninggal dunia kemarin sore. Sahabat Nunggal, Edi Haryanto, mengungkapkan sebelum meninggal dunia, Nunggal jatuh sakit.

“Sudah sakit beberapa waktu terakhir. Informasi yang saya dapat, [Nunggal] menjalani rawat inap di rumah sakit tiga hari sampai kemudian meninggal dunia,” tutur dia. Edy dan Nunggal berteman sejak SMP.

Sementara itu, pendiri organisasi kemasyarakatan (Ormas) DMC Awesome, Denny Nurcahyanto, menyatakan turut berduka atas meninggalnya Nunggal.

Dia mengaku tidak bisa melayat dikarenakan sedang berkunjung ke daerah di Kalimantan. “Saya kunjungan. Tapi saya sudah kirim karangan bunga,” aku dia, Senin.

Dencis, panggilan akrabnya, menyampaikan, semasa hidup, Nunggal sangat disegani. Sebagai pemimpin kelompok pemuda masing-masing, Nunggal dan Dencis sama-sama berjuang untuk kepentingan anak buah dan keluarganya.

Advertisement

“Kami sama-sama orang lapangan, sama-sama berjuang untuk kepentingan anak buah yang lebih bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Almarhum merupakan tokoh pemuda yang sangat disegani. Selamat jalan sedulurku,” ungkap dia.

Advertisement
Rohmah Ermawati - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif