Langganan

Kerajinan Kain Tenun Kluwung Gendong Desa Ngebung Sragen Terancam Punah - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Galih Aprilia Wibowo  - Espos.id Solopos  -  Kamis, 25 Agustus 2022 - 21:36 WIB

ESPOS.ID - Surati, 70, satu-satunya penenun kain tenun kluwung gendong di Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Tenun Kluwung Gendong asli Desa Ngebung saat ini terancam punah karena tidak ada yang meneruskannya. (istimewa/Wakimin)

Esposin, SRAGEN — Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen memiliki seorang penenun andal. Dia adalah Surati, 78, pembuat kain tenun kluwung gendong. Kabar buruknya, dia satu-satunya penenun yang tersisa di Desa Ngebung.

Tak adanya penerus Surati artinya kerajinan kain tenun kluwung gendong Desa Ngebung berada di titik nadir, menuju kepunahan.

Advertisement

Saat Esposin berkunjung ke rumahnya, Kamis (25/8/2022),  wanita tua tersebut sedang sakit. Sudah enam bulan ia tak menenun kain kluwung gendong. Surati tinggal bersebelahan dengan rumah anaknya.

“Dulu waktu saya masih kecil, ibu sering jual kain tenun hasil buatannya ke Pasar Saren. Biasanya dibuat kain untuk menggendong. Dijual dengan harga Rp25.000 hingga Rp30.000,” terang Suratmin, anak Surati, yang mendampingi ibunya saat ditemui Esposin. Karena faktor usia, pendengaran Surati mulai menurun.

Advertisement

“Dulu waktu saya masih kecil, ibu sering jual kain tenun hasil buatannya ke Pasar Saren. Biasanya dibuat kain untuk menggendong. Dijual dengan harga Rp25.000 hingga Rp30.000,” terang Suratmin, anak Surati, yang mendampingi ibunya saat ditemui Esposin. Karena faktor usia, pendengaran Surati mulai menurun.

Baca Juga: UNS Kerja Sama dengan Warga Karungan Sragen Olah Daun Nanas Jadi Kain

Satu-satunya alat tenun milik Surati pun telah rusak. Proses untuk membuat satu kain tenun kluwung gendong membutuhkan waktu lima hingga tujuh hari dengan tangan rentanya tersebut. “Ruwet kalau menenun itu, butuh kesabaran ekstra,” terang Surati.

Advertisement

Desa Ngebung sendiri menjadi salah satu desa sasaran program Pemajuan Kebudayaan Desa Tahun 2021. Program ini milik Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Pendamping Kebudayaan Desa (Daya Desa) Ngebung, Wakimin, mengatakan kerajinan tenun kluwung gendong di desa itu mulai punah. Ini seiring tidak adanya penerus kerajinan tenun selain Surati.

Sebagai orang yang lahir di Desa Ngebung, Wakimin merasa prihatin ketika warisan budaya tersebut kini terancam punah. “Orang-orang banyak yang tidak tahu kalau di Desa Ngebung punya tenun kluwung gendong," kata dia.

Advertisement

Wakimin mencoba mengenalkan tenun kluwung gendong buatan Surati dengan memakainya dalam sejumlah acara. Pria yang juga menjadi pemandu wisata di Museum Manusia Purba Sangiran ini meminta Surati menenun kluwung gendong seukuran syal. Saat bertemu wisatawan, Wakimin juga berupaya mempromosikan tenun kluwung itu.

Baca Juga: Sega Plontang, Kuliner Khas Sragen Sarat Makna yang Tak Setiap Saat Ada

“Ketika wisatawan tertarik untuk melihat proses pembuatannya saya akan bawa ke rumah Mbah Surati. Jika karyanya masih laku, tentu akan menambah semangat Mbah Surati,” tambahnya.

Tak Mampu Penuhi Pesanan

Wakimin mengaku ada toko suvenir yang meminta Surati memasok syal tenun kluwung gendong. Namun karena sudah sepuh dan proses pengerjaannya lama, Surati kewalahan untuk menyanggupi. Di sisi lain, tidak ada orang lain yang meneruskan keterampilan menenun seperti yang Surati lakukan.
Advertisement

Wakimin menjual kain tenun kluwung ke wisatawan seharga Rp200.000 hingga Rp250.000 per helai. Banyak wistawan yang tertarik pada awalnya, namun begitu mengetahui harganya mereka biasanya tak jadi membeli. Wakimin menilai harga itu sepadan dengan nilai seni tenun kluwung buatan Surati.

Tidak adanya penerus Surati, menurut Wakimin, karena anak muda sekarang lebih suka yang instan. Menenun kain membutuhkan kesabaran ekstra. “Pernah ada satu orang yang saya paksa belajar sama Mbah Surati, katanya ribet dan tidak sabar. Akhirnya menyerah,” tambahnya.

Baca Juga: Ironi Desa Pungsari Sragen, Punya Banyak Potensi Wisata tapi Sulit Dikembangkan

Di sisi lain, dukungan dari pemerintah desa dan warga juga kurang. Belum ada kesadaran rasa memiliki produk kebudayaan berupa kain tenun kluwung gendong.

Apa yang disampaikan Wakimin ini diamini salah satu perangkat Desa Ngebung, Tarmin. Pria yang menjabat sebagai bayan ini mengakui sulit mencari orang yang mau belajar menenun seperti Surati.

Advertisement
Kaled Hasby Ashshidiqy - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif