Langganan

Gita Pertiwi Ingatkan Aglomerasi Soloraya Perlu Perhatikan Aspek Lingkungan

by Candra Septian Bantara  - Espos.id Solopos  -  Kamis, 26 September 2024 - 20:35 WIB

ESPOS.ID - Direktur Program Gitar Pertiwi, Titik Eka Sasanti, saat menghadiri forum group discussion (FGD) dengan tema Peluang dan Tantangan Aglomerasi Soloraya yang digelar Bappeda Solo di Solia Zigna Hotel, Laweyan, Solo, Kamis (26/9/2024).

Esposin, SOLO -- Organisasi nonpemerintah pemerhati lingkungan, Gita Pertiwi, berharap gagasan penyatuan pengelolaan daerah atau aglomerasi Soloraya tidak hanya menitikberatkan pada aspek ekonomi semata, melainkan juga memperhatikan aspek lain, salah satunya lingkungan.

Harapan tersebut diungkapkan Direktur Program Gitar Pertiwi, Titik Eka Sasanti, dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema Peluang dan Tantangan Aglomerasi Soloraya yang digelar Badan Perencanaan Pembangunan Daera (Bappeda) Solo di Solia Zigna Hotel, Laweyan, Solo, Kamis (26/9/2024). 

Advertisement

“Aglomerasi sebetulnya konsep yang bagus, tapi jangan hanya dititikberatkan pada ekonomi. Seharusnya aglomerasi perlu juga membuat mitigasi lingkungan terutama soal potensi limbah dan sampah nantinya seperti apa,” kata dia.

Menurut Titik, bila nantinya aglomerasi Soloraya dijalankan dan Solo menjadi pusatnya, otomatis kebutuhan pangan dan sampahnya akan naik. Belum lagi nanti ada kemungkinan sampah-sampah daerah lain masuk ke Solo.

Advertisement

“Di PLTSa Solo itu bisa menyelesaikan timbulan sampah mencapai 550 ton sehari. Sedangkan timbulan sampah dari Kota Solo saja 300 toh sehari, berarti PLTSa kira-kira masih kekurangan sampah separuh [300 ton] dalam sehari untuk mengolahnya menjadi energi. Sehingga dimungkinkan bisa memperoleh pasokan sampah dari daerah lain yang kelebihan sampah,” ujar dia.

Bila akhirnya itu terjadi, dia mempertanyakan apakah sampah-sampah dari daerah lain bisa dipastikan tergolong sampah berkualitas, dalam arti sampah yang sudah terpilah dan bisa diolah menjadi sumber energi, atau tidak. Karena apabila memperoleh pasokan sampah dari daerah lain namun sampahnya tidak berkualitas justru memunculkan masalah baru.

Advertisement

“Di Solo saat ini sudah ada Perda soal pemilahan sampah, lalu bagaimana dengan daerah lainnya? Jika belum justru sampah yang masuk bisa jadi problem baru,” ungkap dia.

Alih Fungsi Lahan

Selain sampah, dalam kesempatan tersebut Titik juga menyoroti aspek lain yang belum disinggung dalam pembahasan aglomerasi Soloraya. Seperti soal alih fungsi lahan pertanian di daerah penyangga karena beralih ke industri, regenerasi petani yang mandek, dan integrasi transportasi publik.

Sementara itu, Asisten Pemerintah dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah (Sekda) Karanganyar yang menjadi narasumber pada acara tersebut, Yopi Eko Jati Wibowo, juga menyinggung soal kondisi lingkungannya yang menjadi tantangan untuk mewujudkan aglomerasi Soloraya.

Yopi mengatakan di wilayah Karanganyar saat ini kondisi tempat penampungan akhir (TPA) sudah overload. Belum lagi adanya persoalan lainnya seperti alih fungsi lahan pertanian, penanganan limbah cair dan padat yang belum optimal, hingga kurangnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah. 

Dari pengamatan Espos.id, dari berbagai pihak yang hadir pada FGD tersebut mendorong terwujudnya aglomerasi daerah di Soloraya. Hal itu karena aglomerasi dinilai menjadi gagasan positif untuk mendorong investasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan daya saing daerah di Soloraya.

Namun, upaya mewujudkan aglomerasi itu dihadapkan pada tantangan besar di antaranya terkait persoalan birokrasi, ego sektoral, dan regulasi.  Dalam aglomerasi, perlu kesamaan arah dan visi serta saling dukung antardaerah sehingga masing-masing daerah bisa mengangkat potensinya secara maksimal. Untuk itu, para kepala daerah harus duduk bersama dan menyamakan visi.

Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif