by Magdalena Naviriana Putri - Espos.id Solopos - Jumat, 9 September 2022 - 22:11 WIB
Esposin, SUKOHARJO — Cerita pilu sekaligus dilematis sering dialami sopir angkutan kota (angkot) trayek Sukoharjo-Wonogiri yang tetap beroperasi di masa sulit pandemi Covid-19.
Pengurus Paguyuban Pengemudi Solo Wonogiri, Untung Slamet Riyadi, saat ditemui di Terminal Sukoharjo, Jumat (9/9/2022), mengatakan meski pendapatannya tak menentu, para sopir angkot diakuinya memiliki empati tinggi.
Selama ini tak ada tarif pasti bagi penumpang. Hal itu jadi boomerang bagi mereka. Untung mengatakan di masa sulit ini kadang ada penumpang yang tidak membayar tarif utuh.
Kadang ada penumpang yang membayar lebih misal membayar Rp10.000 dari jatah tarif angkot Rp7.000. Namun, ada juga yang membayarnya kurang dari tarif normal karena tak memiliki uang.
"Misal tarif Sukoharjo Wonogiri, Rp7.000 ada yang membayar Rp10.000. Namun, ada juga yang membayar kurang. Pelajar hanya Rp2.000 ya ada," kata Untung.
Baca juga: Pengamat: Anggaran Subsidi Transportasi Umum ke Daerah Rawan Penyelewengan
Di sisi lain penumpang dari Gading, Solo sampai Wonogiri kadang tidak ada. Penumpang hanya terisi anak sekolah. Kini beberapa rekannya hanya melaju dari Sukoharjo hingga Wonogiri, tak sampai Solo.
“Sekarang anak sekolah mau ditarik berapa kalau BBM naik? Kalau tarif sementara ini anggota kami belum bisa menaikkan tarif, itu kan harus menunggu wewenang pemerintah. Kalau kami menaikan tarif sendiri nanti kan jadi masalah,” keluhnya.
Untung menyebut 70 sopir berpelat nomor AD-B (Sukoharjo) hingga AD-G (Wonogiri) di paguyubannya rata-rata memiliki satu angkot. Sebelum kenaikan harga BBM dia mengaku pendapatan sehari-hari tidak menutup biaya operasional selama ada pandemi.
“BBM kalau belum naik itu [kebutuhan BBM] sampai Rp100.000 untuk tiga tangkep, jadi tiga kali [pulang pergi] PP. kalau sekarang kemungkinan Rp120.000-Rp130.000. Padahal penghasilannya tidak sampai. Sekarang itu satu PP [pendapatan] paling sekitar Rp30.000-Rp40.000,” ujarnya.