by Wahyu Prakoso - Espos.id Solopos - Minggu, 19 Juni 2022 - 19:05 WIB
Esposin, SOLO -- Kondisi ekonomi keluarga yang terdampak pandemi Covid-19 membuat ibu hamil di Kota Solo khawatir tidak punya biaya untuk pemenuhan asupan nutrisi yang sangat penting untuk mencegah stunting pada anak.
Seperti yang dialami Ema Apriana, 24, yang tengah mengandung anak pertama dengan usia kandungan kini memasuki bulan keenam. Pengalaman mengandung anak pertama dirasa sungguh luar biasa bagi Ema sebab dia pernah pingsan akibat anemia.
Ema menjelaskan kader Hb-nya 9,8 g/dL waktu itu. Sementara kader Hb ibu hamil trimester pertama paling tidak harus lebih dari 11 g/dL. “Trimester pertama enggak mau makan mual terus,” katanya kepada Esposin, Jumat (17/6/2022).
Ema tinggal bersama suaminya di Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Solo. Sumber penghasilan keluarga Ema dari suaminya saja. Suami Ema yang biasanya libur sehari dalam sepekan pernah masuk dua hari dan libur dua hari ketika ada ledakan kasus Covid-19 di Solo.
Kondisi itu membuat penghasilan keluarganya yang setara UMK Solo harus berkurang. Padahal pendapatan itu di antaranya untuk mencukupi kebutuhan nutrisi. Untungnya para tetangga dan pendamping keluarga mengetahui kondisi keluarga Ema sehingga ibu hamil asal Kota Solo itu terbantu dalam upaya mencegah stunting.
Baca Juga: Angka Stunting Solo Tertinggi Kedua Se-Jateng, Ini Kata Selvi Ananda
Mereka menyalurkan pemberian makanan tambahan (PMT) dari program pemerintah melalui Puskesmas, antara lain biskuit dan susu. Selain itu, ada suplementasi dari perusahaan swasta, antara lain Blackmores Pregnancy & Breastfeeding Gold.
Berbagai intervensi itu membuat Hb Ema naik menjadi 10,3 g/dL. Meski demikian masih butuh upaya supaya Ema tidak mengalami anemia serta janin yang dikandungnya bisa lahir dengan sehat.
Warga Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Solo, itu menyadari penghasilan suaminya pas-pasan. Kondisi itu membuat keluarganya berpikir ulang untuk membeli nutrisi tambahan yang sangat diperlukan oleh ibu hamil asal Solo itu untuk mencegah stunting.
Baca Juga: Waduh, 50% Keluarga di Gilingan Solo Berisiko Stunting, Kenapa Ya?
Lebih-lebih hari kerja suaminya yang bekerja di toko itu berkurang satu hari akibat pandemi Covid-19. Hari kerja yang berkurang mengurangi jumlah penghasilan setiap bulan. Namun Nosy ada upaya untuk mencukupi kebutuhan gizi.
“Sebelum dan selama hamil kan saya aktif nabung. Untuk nutrisi anak lebih dipentingkan,” katanya kepada Esposin. Pemerintah Kota atau Pemkot Solo, Jawa Tengah, menargetkan nol kasus stunting pada 2024.
Untuk itu, Pemkot Solo terus berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan hingga kelurahan untuk bisa terus menekan angka stunting. Stunting secara definisi menurut Kementerian Kesehatan adalah gagal tumbuh akibat akumulasi ketidakcukupan gizi yang berlangsung lama dari kehamilan sampai usia 24 bulan.
Data yang dihimpun Esposin saat pemaparan dalam Rembug Stunting Tingkat Kota bersama Camat dan Lurah se-Kota Solo di Balai Kota Solo, Rabu (18/5/2022) lalu, hasil penimbangan serentak ada 1,87 persen bayi atau setara 494 bayi di Kota Solo yang menderita stunting pada 2022.
Baca Juga: Kunjungi Warga Solo, Gibran Dapati Bayi Stunting, Bergejala TBC Pula
Dia mengatakan hasil penimbangan serentak dengan SSGI berbeda sebab metode pengukurannya juga berbeda. SSGI mengambil sampel dari blok sensus di Kota Solo kemudian dilakukan sesaat dan kemungkinan sampel yang diambil pada blok sampel dengan banyak risiko stunting.
Menurutnya, banyak faktor yang mempengaruhi stunting atau tengkes, antara lain kondisi lingkungan dan pengetahuan keluarga mengenai perencanaan kehamilan. Namun yang menjadi catatan kegiatan posyandu di Kota Solo sempat setop sementara saat terjadi banyak kasus Covid-19.
“Otomatis deteksi tidak maksimal meskipun ada jemput bola untuk penimbangan namun kader itu kalau menemui anaknya enggak ada atau orang tua enggak ada harus kembali lagi. Berbeda dengan datang serentak ke layanan Posyandu ditimbang diukur,” paparnya.
Baca Juga: 4 Rumah Sakit Rujukan Ini Dapat Alat Skrining Stunting, Soloraya Ada?
Menurutnya, hasil penimbangan serentak atau hasil survei merupakan konsekuensi dari pandemi Covid-19. Sejumlah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta orang tua yang tidak bekerja.
“Kami sudah gawat darurat stunting, artinya kalau sudah darurat perlu prioritas. Manajemen keroyokannya arah mengatasi stunting. Termasuk CSR [tanggung jawab sosial perusahaan diarahkan untuk percepatan penurunan angka stunting di Kota Solo],” ujarnya.
“Vitamin bukan satu-satunya cara bisa melengkapi. Edukasi mengkonsumsi makanan sehat, periksa kandungan ke Puskesmas, dan komunikasi dengan kader kesehatan atau pendamping keluarga itu penting. Kami mengerahkan seluruh kader dan pendamping keluarga supaya vitamin diminum dan kalau ada keluhan segera konsultasi ke puskesmas,” paparnya.
Baca Juga: Pemkot Solo Targetkan Nol Kasus Stunting pada 2024, Begini Caranya
Sementara itu Blackmores menggandeng FoodCycle Indonesia dan Yayasan Gita Pertiwi untuk berkolaborasi menghadirkan Program Blackmore Peduli Nutrisi Bunda. Program ini ditujukan guna mendukung ibu hamil dan ibu menyusui di Kota Solo dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
Kerja sama ini diwujudkan melalui suplementasi Blackmores Pregnancy & Breast-Feeding Gold sebanyak 12.000 botol kepada 2.000 ibu hamil dan menyusui yang kurang mampu di Kota Solo.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Solo, Sumilir Wijayanti, mengatakan ada anggaran sekitar Rp5 miliar dari tujuh organisasi perangkat daerah (OPD) Kota Solo 2020 dan sekitar Rp20 miliar pada 2022 untuk sejumlah program layanan publik.
Menurutnya, layanan OPD itu masih umum dan OPD terkait didorong untuk fokus dalam analisis untuk penanganan stunting. Selain itu, ada upaya mendorong Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan untuk ikut membantu Pemkot Solo supaya 2024 nol kasus stunting melalui Rembug Stunting.