by Muhammad Diky Praditia - Espos.id Solopos - Senin, 17 Juli 2023 - 15:45 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Tradisi Labuhan Ageng di Pantai Sembukan, Paranggupito, Wonogiri, bakal digelar pada Selasa (18/7/2023). Dalam tradisi itu, warga Paranggupito melarung kepala sapi ke laut sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas kelimpahan berkah yang diberikan Tuhan.
Kepala Desa Paranggupito, Dwi Hartono, mengatakan tradisi Labuhan Ageng digelar rutin setiap tahun pada pergantian tahun Hijirah di Paranggupito. Dia menjelaskan sebelum melarung kepala sapi ke laut, para tokoh masyarakat, warga, dan juru kunci bakal melakukan kirab dari desa menuju pantai.
Para peserta kirab mengenakan pakaian tradisional Jawa. "Yang dilarung itu kepala sapi, ekor, dan kakinya," kata Dwi kepada Esposin, Senin (17/7/2023).
Menurut Dwi, tradisi Labuhan Ageng merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Paranggupito, Wonogiri, kepada Tuhan karena telah memberikan penghidupan layak, menumbuhkan pertanian dan menghidupkan ternak sehingga bisa dimanfaafkan masyarakat.
Menurut Dwi, tradisi Labuhan Ageng merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Paranggupito, Wonogiri, kepada Tuhan karena telah memberikan penghidupan layak, menumbuhkan pertanian dan menghidupkan ternak sehingga bisa dimanfaafkan masyarakat.
Selain itu, laut juga memberikan penghidupan kepada sebagian warga Paranggupito. Mereka mendapatkan penghasilan dari budidaya atau menangkap lobster dari Pantai Sembukan dan sekitarnya.
Di sisi lain, meski bukan menjadi pekerjaan dan komoditas utama, ikan dari laut selatan Wonogiri juga turut menghidupi sebagian warga Paranggupito. "Oleh karena itu, hal ini sebagai bentuk rasa syukur kami kepada Tuhan, kepada alam," ujar dia.
"Dalam peternakan, sapi ini merupakan ternak yang memiliki level paling tinggi. Oleh sebab itu, kepala sapi dilarung karena menyimbolkan keberkahan sekaligus simbol kemakmuran warga," ucapnya.
"Ritual melarung dilaksanakan pada Selasa sore," ucap dia. Dia menyebut pada malam pergantian tahun atau malam 1 Sura, Pantai Sembukan biasanya menjadi tempat bermeditasi atau semacamnya bagi orang-orang dari berbagai daerah.
"Bahkan kalau awal Sura, mereka bisa berhari-hari di Pantai Sembukan. Beritual sesuai dengan kepercayaan masing-masing," kata dia.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wonogiri, Eko Sunarsono, menyampaikan tradisi Labuhan Ageng di Paranggupito itu menarik dibandingkan tradisi serupa di tempat lain. Di tempat-tempat lain, tradisi ini digelar lantaran sebagian masyarakat di tempat itu mengandalkan kehidupan dari hasil laut.
Laut benar-benar dianggap menjadi tempat yamg penting bagi mereka. Oleh karena itu, laut perlu dilabuhi dengan komoditas-komoditas peternakan atau pertanian sebagai wujud syukur.
"Sementara di Paranggupito, laut itu tidak begitu memberikan penghasilan kepada warga setempat. Warga di sana justru sebagian besar hidup dari pertanian. Mereka yang menggantungkan hidup dari laut itu hanya segelintir orang karena kondisi laut di sana memang tidak memungkinkan untuk orang mencari ikan di sana, menjadi nelayan. Maka dari itu, ini cukup unik," jelas dia.