Langganan

BENCANA KELAPARAN : Pilih Dua Pekan Tak Makan Nasi, Demi Beli Air Bersih - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Tika Sekar Arum Jibi Solopos  - Espos.id Solopos  -  Selasa, 17 September 2013 - 19:49 WIB

ESPOS.ID - Warga Pracimantoro tengah mengupas singkong untuk membuat tiwul (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)

Warga Pracimantoro tengah mengupas singkong untuk membuat tiwul (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)

Esposin, WONOGIRI -- Pengajuan bantuan beras yang disampaikan dari beberapa kecamatan ke Kantor Ketahanan Pangan Wonogiri, ternyata bukan tanpa alasan. Warga memang membutuhkan.

Advertisement

Tak seperti sebulan lalu, hari-hari Lamiyem, 40, kini tak lagi banyak dihabiskan di ladang. Singkong yang ditanam sejak musim hujan lalu, sudah dipanen. Dia pun mulai sibuk menjemur singkong kupas.

Saat Esposin bertandang ke rumahnya, di Dusun Suruhan, Desa Gambirmanis, Kecamatan Pracimantoro, ibu dua anak itu sedang mengupas singkong untuk kali kedua. Hasilnya, berupa singkong berwarna putih bersih yang kemudian dijemur untuk kali kedua. Selanjutnya, dibuat tepung dan diolah jadi tiwul.

"Sekarang kan beras hasil panen habis, jadi saya mulai buat tiwul. Makan asal perut bisa terisi. Sayurnya daun pepaya dan pepaya muda di ladang sendiri. Lauk tempe. Enggak usah terlalu kenyang, asal cukup," ungkap Lamiyem.

Advertisement

Menurut dia, tiwul menjadi pilihan terakhir ketika beras hasil panen pada awal tahun lalu menipis. Kondisi tanah di Desa Gambirmanis memang tidak seperti daerah lain yang bisa panen lebih dari sekali.

Di desa ini, panen padi hanya bisa dirasakan awal tahun. Selanjutnya, petani mengandalkan singkong. Kondisi menjadi kian parah setelah memasuki musim kemarau. Lamiyem mengatakan semula dia memang memiliki air hasil menampung air hujan dalam bak penampungan berukuran sekitar 2x3 meter di samping rumahnya. Namun, kini air cadangan itu habis. Dia pun terpaksa membeli air bersih. Tak kurang dua tangki air bersih habis sejak musim kemarau datang. Harga air bersih mencapai Rp100.000 per tangki 6.000 liter. Air setangki biasanya habis dalam 2-3 pekan karena digunakan juga untuk ternak. Demi memenuhi kebutuhan membeli air, Lamiyem dan keluarganya pun rela tidak mengonsumsi beras.

Advertisement
Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif