Langganan

Waspada Pernikahan Anak di Sragen, Bisa Sebabkan Stunting - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Galih Aprilia Wibowo  - Espos.id Solopos  -  Minggu, 25 September 2022 - 10:25 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi pernikahan dini. (Freepik).

Esposin, SRAGEN—Salah satu dampak yang dominan dalam pernikahan usia anak adalah anak yang terlahir dengan stunting. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya kesiapan secara fisik dan emosional.

Stunting sendiri adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding dengan tinggi badan orang pada umumnya, yang seusianya.

Advertisement

Kepala Bidang Keluarga Berencana, Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga DPPKBP3A Sragen, Windu Nugroho, mengatakan pada dasarnya risiko pernikahan diri adalah anak yang terlahir stunting. Karena pola asuh orang tua yang tidak maksimal.

“Penyebab adanya stunting salah satunya adalah praktik pengasuhan yang tidak baik, yang mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan masa kehamilan. Sebanyak 30% anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif, kemudian dua dari tiga anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI,” terang Windu saat ditemui Esposin beberapa waktu waktu.

Advertisement

“Penyebab adanya stunting salah satunya adalah praktik pengasuhan yang tidak baik, yang mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan masa kehamilan. Sebanyak 30% anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif, kemudian dua dari tiga anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI,” terang Windu saat ditemui Esposin beberapa waktu waktu.

Kemudian kurangnya akses makanan yang bergizi, satu dari tiga hamil mengidap anemia atau kekurangan sel darah merah. Serta makanan bergizi dianggap mahal.

Windu menambahkan kemudian kurangnya akses terhadap akses air bersih dan sanitasi, satu dari lima rumah tangga masih buang air besar di ruang terbuka. Satu dari tiga rumah tangga belum memiliki akses terhadap air bersih.

Advertisement

Kurangnya pengetahuan terhadap pola asuh tersebut, menyebabkan pemberian gizi terhadap anak tidak maksimal sehingga menjadikan anak berisiko stunting.

Windu menambahkan paling tidak calon pengantin yang ingin melangsungkan pernikahan harus dan wajib mengikuti kelas sebelum pernikahan di KUA setempat.

“Salah satu dampak dari penikahan usia anak adalah anak yang lahir yang berisiko stunting. Selain itu risiko kematian ibu dan bayi lebih tinggi, langgengnya kemiskinan, memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan tidak terpenuhinya hak anak,” terang Aktivis Perlindungan Anak dan Perempuan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Sragen, Dyah Nursari, kepada Esposin, beberapa waktu lalu.

Advertisement

Menurut dia, untuk melangsungkan pernikahan tidak hanya dilihat dari usia menikah menurut UU Perkawinan yaitu 19 tahun baik untuk laki-laki atau perempuan. Namun juga membutuhkan kesiapan diri dari mental, kesehatan, dan ekonomi dari masing-masing pihak.

Sebagai informasi, meningkatnya angka pernikahan dini di Sragen ini bisa dilihat dari terus bertambahnya jumlah permohonan dispensasi pernikahan yang diterima Pengadilan Agama (PA) Sragen.

Pada 2019, permohonan dispensasi perkawinan ini tercatat 151 pemohon.

Advertisement

Angkanya meroket pada 2020 dengan 349 permohonan. Pada 2021, kembali bertambah menjadi 363 permohonan dispensasi perkawinan.

Data tersebut diperoleh dari Panitera PA Kelas IA Sragen, H.A. Heryanta Budi Utama, beberapa waktu lalu.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif