Langganan

Waspada Kejahatan Siber dengan Berbagai Modus, Iming-iming VCS Gratis - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Ahmad Kurnia Sidik  - Espos.id Solopos  -  Minggu, 11 Agustus 2024 - 17:54 WIB

ESPOS.ID - Ilustrasi penjahat siber atau kejahatan siber.. (Freepik)

Esposin, SOLO- Masyarakat diharapkan terus waspada saat berselancar di dunia maya. Karena kejahatan siber semakin berkembang menggunakan berbagai modus operandi yang memungkinkan semakin luasnya sasaran.

Salah satu modus operandinya melalui kencan daring. Di mana, selama kencan daring berlangsung itu, para korban tanpa sadar memasuki perangkap jebakan yang dibuat oleh pelaku guna menghimpun data pribadi korban untuk kemudian menjadikannya sebagai senjata intimidasi, mulai dari bentuk pencemaran nama baik, pemerasan material, hingga mengganggu kesehatan mental korban.

Advertisement

Hal itu yang dialami oleh salah satu mahasiswa di salah satu kampus di Solo, G. Kepada Esposin, G menceritakan bahwa dirinya pernah menjadi sasaran dari kejahatan siber.

Kejadian bermula saat G berselancar di media sosial Telegram untuk mencari lowongan kerja paruh waktu. Ia butuh kerja itu tambahan uang saku selama kuliah.

“Tapi, tiba-tiba dan gak tahu bagaimana bisa saya masuk di salah satu grup VCS Gratis,” kata G saat berbincang dengan Esposin di Nusukan, Minggu (11/8/2024) siang.

Advertisement

Dia sempat tidak menggubris grup itu. Namun rupanya, pelaku yang juga penghuni grup itu kemudian menghubunginya secara pribadi untuk menawarkan jasa kencan daring, tepatnya jasa prostitusi daring.

“Saya biarkan saja awalnya. Tapi terus dichat dan yang ditawarkannya semakin gila, bahkan secara gratis. Ya sini masih muda ya lama-lama menjadi tertarik dengan tawaran itu,” kata G.

Setelah kesepakatan terjadi, pelaku kemudian menawarkan untuk berganti platform menjadi WhatsApp. Tujuannya, lanjut G, agar komunikasi bisa lebih mudah terjadi. G yang saat itu belum sadar mulai memasuki perangkap kejahatan pelaku pun mengiyakan saja permintaan pelaku.

Chat-chat-an biasa awalnya, terus dia [pelaku] minta agar mencari tempat sepi. Dan ya, kejadian lewat video call sempat terjadi tapi hanya satu menit. Habis itu langsung mati [terputus],” kata dia.

Advertisement

Tak berselang lama, pelaku mulai melancarkan aksi yang menjadi tujuannya, yakni melakukan pemerasan terhadap G. G mendapat pesan agar ia menransfer uang senilai Rp100.000 dengan ancaman sekiranya G tidak mau, maka data pribadi, termasuk hasil tangkapan layar berupa video dan pesan-pesan G akan disebarkan kepada orang terdekatnya.

“Awalnya saya menolak, karena perjanjian awal gratis. Tapi dia langsung mengirimkan video dan screenshot ke akun Instagram kampus saya, ke teman-teman. Dan dia mengancam lagi kalau tidak mengirim uang akan disebarkan ke keluarga saya,” jelas G.

Sontak hal tersebut membuat G panik dan tak bisa berpikir jernih yang akhirnya ia pun mentransfer uang sesuai yang diminta pelaku.

Namun, rupanya pelaku tak cukup sampai di situ. Sehari setelah kejadian berlangsung, pelaku sekali lagi menghubungi G agar mentransfer jumlah uang yang sama seperti sebelumnya. G menolak awalnya. Tapi pelaku nekat mengirim video dan tangkapan layar tadi ke beberapa anggota keluarganya.

Advertisement

“Wah itu buat saya shock, takut, gak berani keluar. Akhirnya saya transfer juga dengan harapan masalahnya selesai,” kata G.

Rupanya, masalah belum juga selesai. Pada hari ketiga, pelaku sekali lagi menghubungi G untuk meminta uang dengan ancaman yang sama. Namun, pada saat itu, G memberanikan diri untuk menolak dan kemudian mencari bantuan hukum agar bisa didampingi menangani kasus itu.

Dari kasus yang dialaminya itu, G berharap kepada masyarakat lainnya agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial. “Di media sosial jangan macam-macam. Tetap fokus pada tujuan dan jangan mudah tergiur,” kata dia.

Selain itu, lanjut dia, bagi masyarakat pernah mengalami hal serupa jangan takut untuk melawannya. “Jangan pernah merasa sendirian, segera cari tempat untuk berkonsultasi. Karena menghadapi seperti itu butuh keberanian,” jelas dia.

Advertisement

Sementara itu, pendiri sekaligus ketua Lembaga Bantuan Hukum Soloraya Justice (LBH Soratice), I Made Ridho Ramadhan menyampaikan bahwa saat ini kasus serupa sedang marak terjadi, dengan berbagai faktor yang saling berkelindan.

Termasuk di antaranya, selain motif kejahatan dari pelaku, juga karena lemahnya sistem keamanan data daring, serta tingkat literasi digital masyarakat yang relatif rendah.

“Faktor-faktor yang kompleks itu kemudian saling berkelindan yang menyebabkan terbukanya peluang untuk tindak kejahatan siber,” kata Made, sapaan akrabnya saat berbincang dengan Esposin di Nusukan, Minggu (11/8/2024) siang.

LBH Soratice sendiri, lanjut dia, adalah yang mendampingi dalam menghadapi pelaku kejahatan siber yang menimpa G. Tak hanya itu, pengakuan Made, dalam waktu sebulan terakhir ini di Solo setidaknya 8 korban lainnya dari kalangan mahasiswa dan 3 korban lagi dari kalangan umum yang didampingi LBH Soratice dalam kasus serupa yang dialami G.

“Dari jumlah itu yang kasusnya serupa. Namun, tidak semuanya menyasar pada pemerasan material, ada pula yang menyasar pada kesehatan mental si korban. Mungkin motifnya dalam hal itu ialah obsesif impulsif,” jelas dia.

Sementara, yang menyasar pemerasan material ada beragam nilai, kata Made. Ia kemudian menyampaikan satu contoh dari kasus yang didampinginya itu di mana ada salah satu korban yang mendapatkan pemerasan dengan nilai Rp2,8 juta.

Advertisement

Pelaku meminta uang senilai itu diikuti dengan ancaman menyebarkan data pribadi ke keluarga, lingkaran pertemanan, dan jaringan bisnis ke korban.

“Bahkan kemarin itu tidak main-main, pelaku meminta uang senilai Rp2,8 juta itu tiap dua hari sekali. Yang membuat korban kehilangan puluhan juta rupiah. Dan bahkan ada korban yang sempat berpikiran untuk bunuh diri,” kata dia.

Saat ditanya, apa yang dilakukan oleh pihaknya dalam mendampingi para korban, Made menjawab ada dua langkah, pertama litigasi dengan cara mendamping secara hukum mulai pembuatan surat kuasa, dokumen aduan, pengumpulan alat bukti, hingga pendampingan dalam proses penyelidikan dan sebagainya.

Kedua melalui nonlitigasi dengan cara selain tahapan-tahapan pada litigasi ada pula upaya serangan balik terhadap pelaku dalam bentuk somasi, pemulihan psikis korban dengan tujuan memberi semangat serta menghilangkan trauma pada korban.

Made tidak menampik bahwa kejadian-kejadian tersebut kerap sulit untuk dibawa ke ranah pidana sebab sulit untuk terlacak siapa sebenarnya pelaku itu. Karena itu, perspektif korban perlu dikedepan dalam mendampingi mereka setidaknya bisa memulihkan kondisi psikis para korban.

Ia berharap agar tidak terulang kejadian yang sama, masyarakat pengguna media sosial untuk tetap waspada. “Jangan naif dalam menggunakan media sosial, karena itu celah bagi mereka untuk melakukan kejahatan,” kata dia.

Selain itu, dia berharap pula agar digelar upaya penguatan literasi digital bagi masyarakat yang diimbangi dengan penguatan keamanan data pribadi sekaligus keseriusan dalam memberantas kejahatan siber yang ada.

Advertisement
Ahmad Mufid Aryono - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif