by Ichsan Kholif Rahman - Espos.id Solopos - Senin, 20 April 2020 - 13:45 WIB
Meski tak seramai tahun-tahun sebelumnya, masih ada banyak peziarah yang bertandang ke TPU Bonoloyo Solo. Mereka datang untuk melaksanakan tradisi Nyadran dengan mendoakan arwah leluhur.
Salah seorang warga Gilingan, Solo, Sukamto, saat ditemui Esposin, Minggu (19/4/2020) mengatakan tradisi Nyadran tahun ini sedikit berbeda dengan sebelumnya. Tahun lalu seluruh anggota keluarga besarnya dari Banyuwangi dan Mojokerto, Jawa Timur, datang ke Kota Solo.
Kini, ia menjalankan tradisi itu hanya bersama keluarga yang berdomisili di Kota Solo saja. Kondisi krisis akibat persebaran wabah Covid-19 membuat anggota keluarga Sukamto di luar kota tidak bisa datang ke Solo.
Ogah Karantina Mandiri, 2 Warga Plupuh Sragen Dijebloskan ke Rumah Angker
“Kalau keluarga kami setiap bulan Ruwah pasti nyekar di Bonoloyo. Biasanya bisa 40 orang satu keluarga mendoakan orang tua dan leluhur kami. Tapi, di tengah pandemi ini keluarga jauh tidak memungkinkan hadir. Sebenarnya, keluarga sudah membeli tiket untuk ke Solo, tetapi demi pencegahan virus corona mereka tidak pulang ke Solo,” ujarnya.
Dia memprediksi suasana berkumpul dengan keluarga selama Ramadan dan Lebaran urung terjadi. Ia berharap virus corona ini segera selesai agar masyarakat dapat beraktivitas seperti semula.
Mengaku Imam Mahdi, Pria Ini Klaim Pernah Bertemu Malaikat Jibril
Sukamto menjelaskan tradisi Nyadran di perkotaan seperti Solo sedikit berbeda dengan di pedesaan. Tradisi menyadran yang digelar keluarganya cukup dilakukan dengan menabur bunga, berdoa, lantas kembali ke rumah.
Salah seorang warga Joglo, Banjarsari, Solo, Krisna, mengatakan sudah beberapa pekan ini TPU Bonoloyo ramai dikunjungi warga yang hendak menyekar. Menurutnya, jumlah warga yang menyadran tidak seramai saat tidak ada pandemi virus corona.
Ia menyebut tradisi Nyadran kali ini digelar terbatas. Satu keluarga rata-rata hanya membawa empat hingga 10 orang saja.