by Akhmad Ludiyanto Chelin Indra Sushmita - Espos.id Solopos - Jumat, 15 April 2022 - 09:14 WIB
Esposin, KARANGANYAR — Munculnya deretan rumah mewah di Jatipuro, Karanganyar, Jawa Tengah, cukup membuat heboh. Rumah-rumah itu dibangun mulai 2021 dan ada yang belum selesai dikerjakan.
Hunian mewah itu berada di dua dusun yang berbeda. Kedua dusun ini dibelah oleh jalan utama Jatipuro-Jatiyoso yang membentang dari barat ke timur.
“Mereka adalah orang-orang yang rumahnya atau tanahnya tergusur proyek Waduk Jlantah. Mereka mendapat uang ganti rugi yang kemudian digunakan untuk membangun rumah baru di sini. Tentunya uang ganti ruginya banyak karena mereka bisa membangun rumah bagus-bagus seperti itu,” ujarnya.
Baca juga: Ganti Rugi Lahan Waduk Jlantah Karanganyar Akhirnya Cair, Tapi…
Baca juga: Ganti Rugi Lahan Waduk Jlantah Karanganyar Akhirnya Cair, Tapi…
Agung mengatakan setidaknya ada 20 keluarga yang sudah atau sedang mengurus kepindahan status kependudukan mereka ke wilayah Kecamatan Jatipuro. Mereka memilih Bondukuh karena tidak terlalu jauh dari daerah asal. Lokasinya strategis karena di pinggir jalan menuju Waduk Jlantah dan lebih nyaman daripada lokasi lain di Jatiyoso.
“Iya. Mereka itu baru dapat uang ganti rugi Waduk Jlantah lalu pindah dan bikin rumah baru. Kalau yang pindah ke Dusun Winong ini ada sekitar sebelas kepala keluarga,” ujarnya.
Mereka menempati lahan yang sebelumnya merupakan tegalan/ladang tak berpenghuni. “Dulunya tempat itu ya tegalan. Tapi sekarang sudah berubah [jadi kawasan rumah mewah] sejak mereka pindah ke situ,” imbuhnya.
Baca juga: Wow, di Jatipuro-Jatiyoso Muncul Rumah-Rumah Mewah, Milik Siapa?
Proyek bendungan yang menelan biaya mencapai Rp966 miliar ini berdampak pada dua desa. Total 729 bidang atau 198 hektare tanah di Desa Tlobo dan Desa Karangsari, Jatiyoso terdampak proyek.
Baca juga: Waduk Mrica, Bendungan Raksasa Banjarnegara Terpanjang se-Asia Tenggara
Proses pembebasan lahan sempat terkendala, karena warga menilai uang ganti rugi (UGR) yang diberikan terlalu kecil. Berdasarkan catatan Esposin, awalnya pemerintah memberikan UGR sebesar Rp100.000/meter persegi tanah. Setelah direvisi harga tanah berubah menjadi Rp200.000/meter persegi hingga Rp275.000/meter persegi.
Uang hasil pembebasan lahan itulah yang membuat sejumlah penduduk Desa Tlobo dan Desa Karangsari menjadi miliarder. Mereka yang terusir dari kampung halaman pun kemudian berpindah mendirikan rumah mewah di kawasan Jatipuro.