Esposin, SOLO-Solo Berkain Keliling Solo (SBKS) hadir kembali, Sabtu (24/8/2024) siang. Acara yang digelar Solopos Media Grup (SMG) dan Pisalin kali ini menyasar Pasar Triwindu dan Museum Rumah Budaya Kratonan.
Diikuti oleh 25 peserta dari berbagai daerah, SBKS dimulai dengan berkain bersama di Griya Solopos sekitar pukul 12 30 WIB. Di situ, mereka diajak mengenakan kain dari Pisalin dengan beragam motif dan warna yang menarik, di antaranya kain temu terakota, kain putih jalin, dan sebagainya.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Sementara itu, perjalanan menuju Pasar Triwindu, Keprabon, Banjarsari, Solo, dilakukan bersama dengan memanfaatkan angkutan massal Batik Solo Trans (BST).
Mengenakan kain dan berada di pasar rakyat yang menjual berbagai barang antik itu membuat peserta merasa sangat pas untuk mengabadikan setiap momen dengan suasana nostalgia masa lalu itu. Tampak sembari menyusuri lorong-lorong pasar yang tak jarang sempit dan gelap itu, para peserta sesekali berhenti untuk sekadar berfoto ataupun video di tengah-tengah barang yang mungkin tidak akan ditemukan selain di pasar itu.
Marcom Manager Solopos Media Grup sekaligus salah satu pencetus Solo Berkain Keliling Solo, Damar Sri Prakoso, disela-sela acara jalan-jalan itu menyampaikan bahwa SBKS bukan jalan-jalan biasa. Lebih dari itu, ada banyak maksud baik di dalamnya, salah satunya ialah upaya pelestarian wastra nusantara yang dinilainya sangat perlu dilakukan.
“Kita punya banyak jenis kain Nusantara yang sangat berkualitas, baik dari bahan maupun motif dan kegunaan. Dan kain-kain itu bisa digunakan untuk berbagai kegiatan, apa pun, tidak hanya kegiatan budaya saja. Bahkan juga cocok jika dipadupadankan dengan berbagai mode sepert kaos, kemeja, dan lainnya yang merupakan busana kekinian. Karena itu, perlu dilestarikan sekaligus dikampanyekan penggunaan kain Nusantara itu,” kata Damar.
Maksud lainnya dari SBKS ialah mengampanyekan penggunaan angkutan massal serta mengabarkan bahwa Solo memiliki berbagai tempat ikonik yang bisa menjadi destinasi wisata.
Dalam upaya itu, lanjut dia, SBKS mengajak anak muda untuk turut berperan aktif sebagai agen penggerak yang mengenakan kain nusantara dan melakukan berbagai aktivitas di berbagai tempat. Dengan begitu, para anak muda itu, terutama peserta SBKS memiliki pengalaman menarik secara langsung yang berkaitan dengan kain nusantara, angkutan massal, dan tempat-tempat ikon di Solo.
“Harapannya anak muda bisa membagikan cerita pengalaman itu baik di media sosial atau secara langsung kepada sesama anak muda dan masyarakat luas lainnya tentang wastra nusantara, angkutan massal, dan tempat-tempat ikon di Solo,” kata dia.
Terakhir, Damar menyampaikan bahwa Solo Berkain Keliling Solo saat ini memang masih berfokus pada wastra tradisional Jawa. Kendati demikian tidak menutup kemungkinan ke depannya akan menjangkau wastra tradisional dari berbagai tempat lainnya di Indonesia.
Seusai bernostalgia di Pasar Triwindu, SBKS melanjutkan perjalanan ke Museum Rumah Budaya Kratonan, Serengan, Solo sekitar pukul 15.00 WIB. Di situ, peserta diajak belajar sejarah dan kebudayaan dengan cara menarik. Melihat benda-benda warisan sejarah dan kebudayaan masa lalu secara langsung itu diharapkan agar peserta lebih bisa memaknai masa lalu untuk kemudian dijadikan pelajaran masa kini dan mendatang.
Di tempat itu pula agenda SBKS Berceritera digelar. Manajer Pisalin, Nina Andriyani, turut urun cerita dalam kesempatan itu. Di mana, ia menjelaskan bahwa kain yang digunakan oleh peserta SBKS Batch 2 itu merupakan kain Pisalin Seri Kala yang diluncurkan kali pertama pada Agustus 2024. Seri Kala sendiri memiliki dua kain yang bertajuk Temu dan Jalin.
“Kain-kain Pisalin bercerita mengenai hal-hal sederhana yang dilalui manusia selama hidup di dunia ini. Kami hanya menyentuh sedikit sisi sensitif dari apa yang kita lalui itu dengan maksud mengasah rasa untuk bersama berbagi manfaat baik ke sesama manusia maupun alam sekitar,” kata Nina.
Lebih lanjut, temu atau pertemuan, menurut Nina adalah hal penting karena melalui pertemuanlah segala hubungan terjadi dan pada gilirannya mungkin menjadi suatu yang menentukan. Karena itu pula, melalui kain Temu itu, kata dia, Pisalin ingin berpesan betapa pentingnya mengawali suatu hubungan yang mulanya dari pertemuan untuk bisa saling menghormati, menghargai orang-orang ataupun alam sekitar yang baru.
“Mungkin benar pesan orang tua kita ya, kita harus selalu menghargai orang yang kita jumpai meskipun mereka asing,” kata dia.
Pun dengan jalin atau jalinan setelah pertemuan tak kalah pentingnya. Lingkupnya menjadi lebih luas bukannya hanya orang baru tetapi juga orang lama atau bahkan masa lalu. Menghargai jalinan hubungan itu, lanjut Nina, Pisalin mencoba menuangkannya sebagai motif-motif dalam kain.
“Dalam sejarah di Jawa ini, pendahulu kita lebih dekat dengan alam, ada beberapa pitutur yang terinspirasi dari tanaman-tanaman, pisalin mencoba menggambarkan motif beras yang terinspirasi dari falsafah ilmu padi,” kata dia.
Nina berharap dari SBKS yang berjalan-jalan ke tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah serta dikenakannya kain-kain tradisional siang itu agar anak muda melihat kembali masa lalu guna memperkuat akar budaya yang bisa dijadikan landasan untuk melangkah ke depan.
Sementara itu, salah satu peserta SBKS asal Jakarta, Dwi Partiwi, 29, menyampaikan perasaan senangnya bisa terlibat menjadi peserta dalam SBKS Batch 2.
Kepada Esposin, Dwi bercerita bahwa kehadirannya di Solo mulanya dalam rangka tugas kerja. Namun, ia memilih untuk tidak lekas kembali ke Jakarta demi bisa mengikuti SBKS.
“Saya memang suka berkain dan ikut event-event berkain di berbagai daerah. Dari Solo Berkain ini saya dapat pengalaman baru dan mengenal ternyata motif kain di Solo ini berbeda dengan di Jogjakarta, apalagi di daerah lainnya,” kata perempuan yang saat itu mengenakan atasan kain lurik dan bawahan kain Seri Kala berwarna hitam.
Lebih lanjut, ia bahkan memberi masukan kepada penyelenggara agar bisa digelar sejak pagi hari. Alasannya, menurut Dwi, agar waktu eksplorasi terkait kain dan tempat-tempat ikon di Solo lebih panjang. “Dengan begitu, pengalaman yang saya dapat jadi lebih banyak lagi,” kata dia sambil tertawa.
Dwi berharap acara semacam SBKS itu lebih sering lagi digelar, tidaknya di kota-kota besar saja tapi di kota-kota lainnya karena menurut dia mungkin saja ada kain berkualitas di sana yang belum begitu di kenal di tempat lainnya.