Langganan

Sempat Diwarnai Keributan, 2 Gamelan Sekaten Pusaka Keraton Solo Mulai Ditabuh - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Candra Septian Bantara  - Espos.id Solopos  -  Senin, 9 September 2024 - 18:01 WIB

ESPOS.ID - Keributan antara kerabat Keraton Solo mewarnai acara penabuhan gamelan yang menandai dimulainya rangkaian acara Grebeg Mulud Sekaten 2024 di halaman Masjid Agung Keraton Solo, Senin (9/9/2024). (Solopos/Joseph Howi Widodo)

Esposin, SOLO -- Perayaan Grebeg Mulud Sekaten di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) resmi dimulai, ditandai dengan ditabuhnya dua gamelan, Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari, di halaman Masjid Agung Solo, Senin (9/9/2024) siang.

Sebelumnya, dua gamelan pusaka Keraton Solo tersebut diarak para abdi dalem dari halaman Keraton Solo menuju halaman Masjid Agung. Kedua gamelan tersebut diletakkan di dua sisi Bangsal Pradonggo (Pagongan).

Advertisement

Gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan di sisi selatan sedangkan Kyai Guntur Sari di sisi utara. Tiga jam sebelum ditabuh, tepatnya pukul 11.00 WIB, warga sudah memadati halaman Masjid Agung Solo khususnya area Pagongan.

Mereka ingin menyaksikan para abdi dalem Keraton Solo menabuh gamelan pusaka tersebut. Dua Pagongan dihias cantik dengan daun kelapa atau janur oleh panitia. Selain itu, puluhan penjual kinang dan telur asin juga memenuhi sekitaran area Pagongan. Mereka tampak sibuk melayani pembeli.

Advertisement

Mereka ingin menyaksikan para abdi dalem Keraton Solo menabuh gamelan pusaka tersebut. Dua Pagongan dihias cantik dengan daun kelapa atau janur oleh panitia. Selain itu, puluhan penjual kinang dan telur asin juga memenuhi sekitaran area Pagongan. Mereka tampak sibuk melayani pembeli.

Sesuai tradisi yang sudah berjalan, kinang akan dimakan secara serempak oleh warga bersamaan dengan ditabuhnya gamelan Sekaten. Konon, mengunyah kinang yang berisikan daun sirih, injet, tembakau, dan bunga kantil sembari mendengarkan tabuhan gamelan Sekaten bisa membuat awet muda.

Sebelum gamelan ditabuh, ratusan abdi dalem Keraton Solo melakukan doa bersama di selasar Masjid Agung Solo. Selain itu, dalam acara tersebut juga diisi pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan pembacaan sejarah Sekaten.

Advertisement

Pada awal prosesi, penabuhan gamelan berlangsung khidmat. Namun tiba-tiba terjadi keributan. Salah satu kerabat Keraton Solo, Kanjeng Raden Aryo Rizki Baruna Adiningrat, suami dari GRAj Putri Purbaningrum, mengklaim dirinyalah yang memperoleh perintah dari Paku Buwono (PB) XIII untuk memerintahkan membunyikan gamelan.

Di sisi lain tugas memerintahkan membunyikan gamelan sudah dilakukan orang lain. Karena diduga tidak terima, kedua pihak terlibat adu mulut alias cekcok. Bahkan sempat terjadi aksi gontok-gontokan antara Kanjeng Raden Aryo Rizki Baruna Adiningrat dan orang dari Keraton Solo yang ditugaskan saat itu.

Ngalap Berkah Awet Muda

Ee uwes-uwes,” teriak salah satu kerabat Keraton berusaha melerai dan mendinginkan suasana yang memanas. “Minggat ora, lunga kono!” teriak salah satu kerabat Keraton lainnya kepada Rizki Baruna.

Beruntung, keributan tersebut tidak berlangsung lama. Aparat keamanan Keraton dan petugas kepolisian serta TNI juga sigap mengendalikan situasi. Setelah situasi mereda, warga kembali leluasa menikmati suguhan tabuhan gamelan pusaka Sekaten tersebut.

Advertisement

Mereka tampak begitu bahagia ketika menyaksikan acara setahun sekali tersebut. Sugiyarti, 66, perempuan asal Polokarto, Sukoharjo, mengaku sempat absen beberapa tahun dalam acara Sekaten. Padahal dulu sejak muda dia tidak pernah absen.

Oleh karenanya, tujuan utamanya datang ke Sekaten tahun ini adalah untuk melepas rindu. Di samping itu dia juga ingin mendengarkan lantunan gamelan pusaka pada hari pertama agar mendapatkan keberkahan awet muda.

“Dulu ke Sekaten tidak pernah absen. Tapi beberapa tahun terakhir tidak datang jadi ya ini buat tamba [obat] kangen. Selain itu, kan kata Mbah Buyut saya kalau ingin awet enom disuruh datang ke Sekaten terus mendengarkan gamelannya, jadi ya saya ingin dapat berkahnya itu,” kata dia.

Advertisement

Sugiyarti menilai Sekaten zaman dulu dengan yang sekarang tidak jauh berbeda. Hanya, perbedaan paling kentara adalah pada jumlah pengunjungnya yang lebih sedikit.

“Dulu itu Sekaten ramai sekali sejak hari pertama, bahkan sampai uyel-uyelan. Tapi entah kenapa sekarang sedikit sepi. Apa karena kurang diminati anak muda atau apa saya juga tidak tahu,” kata dia.

Salah satu kerabat Keraton Solo, KP Edhy Wirabhumi, menyampaikan Sekaten berasal dari kata syahadatain atau kalimat syahadat. Menurut dia, Sekaten adalah metode yang dipakai para Wali Songo untuk menyiarkan Islam kepada masyarakat yang dulunya masih memeluk agama Hindu.

Ngajari masuk agama Islam pertama kan maca syahadat diundang ke sini maca syahadat. Lalu nginang [tradisi mengunyah kinang itu], [maknanya] Apa yang diucapkan meresap sanubari tidak hanya sekedar kata-kata. Asal muasalnya dari situ,” terang dia saat ditemui wartawan di sela-sela acara.

Advertisement
Suharsih - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif