by Taufiq Sidik Prakoso - Espos.id Solopos - Jumat, 5 November 2021 - 07:37 WIB
Esposin, KLATEN—Warung hik atau angkringan memiliki banyak keunikan. Selain bentuk warung berupa gerobak khas dengan tutup tenda, hik atau angkringan menyajikan menu khas.
Salah satunya nasi kucing. Menu itu sudah ada sejak hik atau angkringan mulai dirintis oleh warga Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, di Kota Solo.
Salah satu pegiat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Suwarna, menjelaskan awalnya ada warga asal Dukuh Sawit, Desa Ngerangan yang merantau ke Solo dan menjadi buruh pedagang terikan. Warga itu bernama Karso Djukut.
Baca Juga: Sarjana hingga Magister Perebutkan Lowongan Perangkat Desa di Wonogiri
Baca Juga: Sarjana hingga Magister Perebutkan Lowongan Perangkat Desa di Wonogiri
Mbah Djukut awalnya berinisiatif menjajakan terikan sembari membawa cerek wadah minuman. Lambat laun, menu terikan itu mulai tergeser dengan menu nasi bungkus dengan lauk secuil daging bandeng atau gereh lengkap dengan sambal. Nama menu tersebut lantas dikenal dengan nasi kucing dan melekat hingga kini.
"Kisaran 1942 dinamakan nasi kucing karena porsinya yang kecil. Seperti untuk memberi makan kucing dan pertama kali identik dengan lauk sambal teri atau bandeng atau gereh besek yang biasa digunakan untuk memberi lauk makan kucing," kata Suwarna.
Baca Juga: Bupati Boyolali Terima Gelar dari Keraton Solo
Satu lagi menu khas hik atau angkringan adalah minuman. Teh panas legi kenthel atau nasgitel menjadi menu minuman yang seakan tak bisa ditinggalkan.
Suwarno menjelaskan racikan minuman teh nasgitel itu kali pertama dipopulerkan oleh warga Dukuh Sawit, Desa Ngerangan, Wiryo Je, ketika masih menjadi prembe atau anak buah juragan angkringan pada era 1940-an. Wiryo mengenalkan minuman teh kental hasil oplosan dari berbagai merek teh. Racikan teh oplosan itu yang hingga kini masih diterapkan bakul angkringan terutama yang berasal dari Ngerangan.
Baca Juga: Simpang PB VI Selo Boyolali Habiskan Anggaran Rp7,4 Miliar
Namun, para pelaku usaha angkringan terutama yang berasal dari Ngerangan maupun Bayat secara umum tak pernah menggunakan campuran teh celup. “Ini soal rasa,” ungkap dia.
Selain dua menu tersebut, ada menu lainnya yang menjadi ciri khas angkringan. Suwarna menyebutkan seperti jadah bakar, satai kere, jahe gepuk, serta teh lemon.
Suwarna kembali menegaskan cikal bakal angkringan atau hik berasal dari Desa Ngerangan. Hingga kini, usaha angkringan menjadi usaha andalan mayoritas warga Ngerangan.
Baca Juga: Simpang PB VI Selo, Ikon Baru Jalur Wisata Solo-Selo-Borobudur
“Dalam satu desa 75 persen penduduknya sampai saat ini menjadi pedagang angkringan. Bisa dibilang, Ngerangan menjadi satu-satunya desa di Indonesia yang ekonomi masyarakatnya ditopang dari kegiatan angkringan,” kata Suwarna.