by Septhia Ryanthie Jibi Solopos - Espos.id Solopos - Kamis, 7 November 2013 - 05:43 WIB
Tokoh masyarakat Selo menilai penyelenggaraan ritual kirab air suci melanggar adat. Menurut ketua Padepokan Turangga Seto, Suharmin, bahwa ritual tersebut seharusnya dilaksanakan malam hari sebagaimana yang dilakukan para leluhurnya.
“Yang namanya Malam 1 Sura itu ya malam hari, kalau siang ini namanya karnaval kesenian bukan ritual nguri-uri budaya Jawa,” tandasnya.
Menurut Kepala Desa Samiran Marzuki, tradisi kirab air sengaja digelar siang hari. Langkah tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan, di antaranya masalah anggaran.
“Kalau digelar malam hari seperti tahun sebelumnya, kami jelas terganjal biaya. Selain itu juga untuk menjajaki respons warga, ternyata mereka juga cukup antusias,” katanya.
Berkait tradisi itu, Marzuki menyebut, ada 13 dukuh di Desa Samiran mengikuti acara tersebut dengan membuat sejumlah sesaji.
Air suci yang diambil dari embun di Gua Raja di lereng Gunung Merbabu juga dibawa dan disatukan dengan air di Petilasan Ki Ageng Kebokanigoro di lereng Gunung Merapi.