by Redaksi - Espos.id Solopos - Rabu, 22 Juni 2011 - 21:53 WIB
Wonogiri (Esposin) - Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga kini masih menimpa tanaman padi milik petani di Kecamatan Selogiri, Wonogiri. Akibatnya banyak lahan sawah yang mengalami puso atau gagal panen.
Berdasarkan data dari Kecamatan Selogiri, di musim tanam (MT) I, tanaman padi yang puso seluas 564 hektare (ha) sedangkan di MT II jumlahnya turun menjadi 542 ha. Jika diestimasikan harga gabah kering per kilogram senilai Rp 3.000 dan per hektare mampu menghasilkan produksi gabah sebanyak 6 ton, maka potensi kerugian petani akibat puso mencapai Rp 19,908 miliar. Hasil itu merupakan perkalian dari harga gabah kering dengan jumlah tanaman padi selama dua MT yang puso dan produksi. Jumlah tanaman puso selama dua MT mencapai 1.106 ha sehingga bisa diperhitungkan Rp 3.000 x 1.106 ha x 6 ton = Rp 19,9 miliar.
Camat Selogiri, Bambang Haryanto saat ditemui Espos, Rabu (22/6), di Pendapa Kabupaten Wonogiri mengaku prihatin dengan kondisi itu. Dia berharap petani mulai mengubah pola tanam dan berani menggunakan pupuk lain. Diakui oleh mantan Camat Puhpelem ini, dua kali musim tanam, sebanyak 1.106 ha tanaman padi puso. “Penyebabnya, serangan wereng dan kerdil rumput. Kami berharap ada komitmen dari para petani untuk mau berubah,” ujarnya.
Menurutnya, perubahan bisa dilakukan dari pola tanam atau pemupukan tanaman. Bambang menyatakan, serangan OPT harus dilakukan penelitian agar penyebabnya bisa diketahui. “Apakah merebaknya serangan OPT itu karena benih padi, struktur tanah ataukah karena banyak penggunaan pestisida atau pupuk kimia. Kami hanya berharap, penggunaan pupuk organik mulai dilakukan oleh petani.”
Salah seorang petani di Selogiri, Sunar, mengaku empat kali membongkar tanaman padinya. “Pembongkaran kami lakukan karena tanaman padi terus-menerus diserang hama.” Menurutnya, biaya yang dikeluarkan selama empat kali membongkar dan menanam lagi tanaman padi senilai lebih dari Rp 2 juta. Dana itu untuk membeli pestisida, bibit padi, pengolahan lahan maupun pembongkaran dan penanaman kembali.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura (Dipertan TPH), Wonogiri, Guruh Santoso saat dihubungi Espos, mengaku penurunan alokasi pupuk kimia terjadi di semua kecamatan. “Alokasi dari provinsi mengalami penurunan dari 49.000 ton menjadi 39.000 ton sehingga pengalokasi ke semua kecamatan juga mengalami penurunan.”
tus