by Suharsih Aris Munandar - Espos.id Solopos - Sabtu, 19 Juni 2021 - 01:00 WIB
Esposin, WONOGIRI -- Onderneming Mento Toelakan yang merupakan perusahaan perkebunan serat terbesar era Hindia Belanda di Wonogiri mencapai puncak kejayaan pada 1910-1942.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Esposin dari berbagai sumber, pada 1910 itulah Onderneming Mento Toelakan mulai membudidayakan serat nanas sebagai bahan baku tambang kapal, karung goni, dan produk lainnya.
Sebelumnya, perusahaan yang diperkirakan berdiri sejak sekitar 1850-1860 itu lebih banyak membudidayakan kopi dan tembakau. Dua komoditas itu ditinggalkan karena hasilnya kurang menguntungkan.
Baca Juga: Perusahaan Perkebunan Serat Terbesar Hindia Belanda Ada Di Wonogiri Loh, Ini Lokasinya
Baca Juga: Perusahaan Perkebunan Serat Terbesar Hindia Belanda Ada Di Wonogiri Loh, Ini Lokasinya
Serat nanas terbukti cocok ditanan di Wonogiri sehingga perusahaan serat swasta Hindia Belanda itu menghasilkan serat dengan kualitas terbaik. Serat-serat itu diolah menggunakan mesin hingga setengah jadi kemudian dikirim ke pabrik-pabrik tekstil di wilayah Klaten dan Surabaya.
"Barang setengah jadinya itu hanya dikirim ke Delanggu [Klaten] dan Surabaya. Yang Delanggu itu masih satu perusahaan [dengan Mento Toelakan]. Kalau di Surabaya sudah beda perusahaan," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Komisariat Wonogiri, Dennys Pradita, kepada Esposin, Selasa (15/6/2021).
Menurut Dennys, serat yang dikirim ke Surabaya dibuat menjadi tambang kapal. Sedangkan serat yang dikirim ke Delanggu untuk membuat karung goni.
Dalam buku Onderneming Mentoe Toelakan di mana Dennys menjadi salah satu editor disebutkan, kesuksesan Mento Toelakan menjadi perusahaan serat terbesar Hindia Belanda di Wonogiri tak lepas dari manajemen birokrasi yang baik. Juga mesin produksi, sarana, prasarana dan peralatan yang memadai.
Perusahaan perkebunan ini mulai mengalami kemunduran pada era penjajahan Jepang tahun 1942. Onderneming Mento Toelakan diambil alih oleh tentara Jepang dan sempat bertahan. Namun hasil seratnya semua dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan perang tentara Jepang.
Baca Juga: Kegiatan Keagamaan Dibatasi, Pengajian hingga TPA di Wonogiri Tak Boleh Digelar
Saat Jepang angkat kaki dari Indonesia, Onderneming Mento Toelakan diambil alih oleh Mangkunegaran. Perusahaan terbesar era Hindia Belanda di Wonogiri ini benar-benar runtuh saat terjadi revolusi kemerdekaan.
Perusahaan mengalami masalah keuangan dan hanya dapat beroperasi sampai 1951. Setelah runtuh, aset perusahaan berupa tanah dibagi-bagikan ke rakyat.
Baca Juga: Klaster Kudus di Wonogiri Meluas, Pemdes Ketos Bikin Tempat Isolasi Terpadu
Saat Esposin mengunjungi Dusun Mento, Desa Wonoharjo, Wonogiri, yang merupakan lahan perusahaan Onderneming Mento Toelakan, Senin (14/6/2021) siang, masih terlihat sisa-sisa peninggalan perusahaan tersebut. Kolam untuk merendam serat saat ini berada di belakang rumah Ketua RT 002 Dusun Mento.
Di dekat kolam terdapat bangunan saluran irigasi yang juga diyakini peninggalan perusahaan itu karena tekstur bangunannya mirip dengan kolam. Hingga kini saluran irigasi itu masih dimanfaatkan warga sekitar.
Baca Juga: Gubernur Ganjar ke Emak-Emak Wonogiri: Kalau Belanja Maskernya Dipakai
Berjarak satu kilometer dari lokasi kolam, terdapat jembatan jalur lori di area sungai. Tepatnya berada di belakang Kolam Renang atau Kolam Keceh Belik Wonoharjo.
Badan jembatan itu sudah tidak ada lagi, hanya tersisa tiang jembatan. Tiang jembatan itu terbuat dari batu yang dicor dan terlihat sangat kokoh. Di sekitar tiang jembatan dipenuhi pohon bambu.